Rabu, 11 Juni 2008

Sentuhan Hati ( 1 )

Pada kesempatan posting kali ini, saya ingin menampilkan sebuah karya saya, yakni sebuah cerpen islami yang sempat memenangkan Lomba Mencuri ( Menulis Cerpen Islami ) pada Hari Ulang Tahun PPI ( Perhimpunan Pelajar Indonesia ) Damascus Syria ke 30 tahun 2007. Dalam cerpen ini saya berusaha menciptakan sebuah suasana ke – Damaskus – an dengan mengambil salah satu sudut kota tertua di dunia ini, tepatnya di Kampus Fakultas Sastera Arab Universitas Damascus tempat saya menuntut ilmu. Cerpen ini lumayan panjang, bahkan mungkin tidak layak di sebut cerpen, dan dan saya sendiri tidak terlalu berharap cerpen ini berhasil memenangkan Lomba Mencuri HUT PPI Damaskus yang ke 30 tahun 2007. Namun, diluar dugaan, cerpen ini di anggap layak menjadi juara meskipun hanya menurut penilaian Tim Juri Loba Mencuri HUT PPI Damaskus. Karena lumayan panjang inilah, terbersit di hati saya untuk melanjutkannya menjadi sebuah novel, namun sampai sekarang belum jua terlaksana karena berbagai hal. Mohon doanya aja mudah-mudahan keinginan saya melanjutkan cerpen ini menjadi sebuah novel bisa terlaksana.

Dalam cerpen ini saya berusaha menyisipkan pesan-pesan keislaman khususnya dalam hal kewajiban berhijab bagi muslimah dengan harapan bisa sedikit memberikan sentuhan buat para akhwat yang belum tersentuh untuk mengenakan busana muslimah plus hijab. Untuk selengkapnya, para pembaca bisa meng klik read more…!!

JILBAB BIRU AISYAH

Sebuah cerpen religius buah pena Mas Arifin Salamun***

Mentari pagi baru saja beranjak tinggi ketika seorang gadis jelita turun dari sebuah mobil mewah. Penampilannya saat itu benar-benar membuat terkesima siapa saja yang memandang. Mengenakan busana muslimah warna biru tua, dipadu dengan jilbab warna biru muda, membuat gadis Negeri Syam ini benar-benar bak bidadari. Kaca mata hitam yang di kenakannya, menjadikannya semakin anggun mempesona. Musim panas yang mulai melanda Damaskus sejak beberapa hari yang lalu, tidak membuatnya enggan berbusana muslimah yang membalut rapi sekujur tubuhnya. Dalam kondisi panas sampai hampir 40 derajat celcius, tentu tak terbayangkan sumuk dan panasnya berpakaian rapat. Gadis itu kini memang berani tampil beda, tidak seperti mayoritas teman-temannya di Fakultas Sastera Arab tempat dia kuliah. Sorotan sinar panas matahari yang menerpa matanya yang indah dan bening, di pantulkannya dengan kaca mata hitam yang pakainya. Dialah Aisyah, seorang mahasiswi Fakultas Sastera Arab Universitas Damaskus. Dengan berjalan pelan dan sopan, dia berjalan menuju kampus guna menghadiri muhadloroh Dirosat Qur`aniyah di Mudarroj Tsamin.

Sementara itu, di sebuah pojok taman kampus, empat orang mahasiswa satu almamater dengan Aisyah sedang memperhatikan dia. Mereka mahasiswa yang pemalas, nakal dan berjiwa preman. Jarang sekali menghadiri muhadloroh. Hoby mereka hanya mejeng di taman sambil menggoda para mahasiswi yang sedang berseliweran di kanan kiri taman.

Pagi itu, mereka melihat pemandangan yang aneh pada diri Aisyah. Sebuah pemandangan yang selama ini belum pernah di lihat pada diri gadis itu. Masing-masing mereka seakan tidak percaya dengan apa yang di lihatnya.

“ Hei kawan-kawan, bukankah itu si Aisyah, gadis tomboy dan judes yang sombong itu ?”, ujar Akmal kepada teman-temannya.

“ Eh iya bener, sejak kapan dia mengenakan jilbab ?”, gumam Walid.

“ Kalian bener, dia Aisyah, gadis tomboy judes dan sombong itu …sejak kapan dia berubah ? tiga minggu lewat kalau tidak salah masih suka buka-bukaan. Aneh…!!! “, komentar Amir.

“ Aduuh, makin cantik saja si Tomboy itu kalau pakai jilbab..terus terang ya, sejak lama ana benci abiz pada dia karena kejudesannya, tapi sekarang dia tampil beda ”, ujar Imad. “ Lihat…lihat… dia berjalan dengan pelan dan sopan, gayanya juga penuh wibawa, di tambah dengan jilbab panjang warna biru muda yang menghiasi kepalanya, membuat kebencian ana hilang seketika. Rasanya ana ingin sekali mendekatinya dan menjadi kekasihnya “, lanjut Imad mantap.

“ Huuuuuuu….”, sorak Akmal, Walid dan Amir bersamaan.
“ Mana mungkin dia mau dengan ente ….!! Kemaren aja, waktu dia masih tomboy dan judes, ente di cuekin abiz, apalagi sekarang, dia sudah tobat dan menjadi gadis baik seperti itu. Udahlah…ente jangan mimpi jadi pacarnya Aisyah….dia itu Tuan Putri, she is a daughter of Big Boss, she is the star….sedangkan ente tak lebih dari seorang preman kere yang kumal”, ejek Walid ke Imad.

“ Imaaaad…Imad….preman kayak ente itu pasangannya ya preman juga…ha ha ha, tapi preman cewek ha ha ha…”, komentar Amir pula sambil terpingkal.

“ Huh..ente semua sirik banget sih…Tapi ana heran dan tak habis pikir ya, mengapa gadis tomboy dan judes itu tiba-tiba mengenakan jilbab, apa yang telah membuatnya berubah. Dulu suka buka-bukaan, apalagi kalau musim panas begini, dia pasti tampil paling seksi ”, seru Imad keheranan.

Ke empat mahasiswa itu akhirnya larut dalam bualan panjang tentang hoby dan kegemaran mereka selama ini. Imad bercerita tentang bagaimana usaha dia menaklukkan Aisyah gadis yang dulu di kenalnya sombong dan tomboy itu. Walid tidak mau kalah, dia cerita dengan bangga bagaimana kelincahannya menggoda si Bahenol Jihan Fahira, walaupun tak pernah berhasil. Sedangkan Akmal dan Amir hanya menjadi pendengar setia celoteh keduanya. Demikianlah hari-hari yang di lewati empat mahasiswa itu.

************
Sekitar sebulan yang lalu, Aisyah adalah gadis tomboy yang sombong. Penampilannya selalu seksi dan termasuk dari sekian banyak gadis mutabarrijat yang selalu membuat mata nakal para pemuda tidak sanggup berkedip walau sedetik. Jika dia sedang lewat di taman kampus, banyak suitan suara terdengar menggodanya. Untungnya, dia cuek bebek, dan tidak ambil peduli dengan suara usil yang menggodanya, sehingga tidak mudah takluk pada rayuan gombal para pemuda penjaja cinta. Sebagai putri seorang konglomerat, dia memang sangat selektif dalam memilih teman, khususnya pada pemuda yang ingin memacarinya. Baginya, setiap pemuda yang ingin mendekatinya, tidak lebih karena terdorong ingin menyelam sambil minum air. Jelasnya, ingin mencicipi kekayaan keluarganya. Semua tidak memiliki hati yang ikhlas dan jangan harap punya cinta yang tulus. Semua penjaja cinta palsu. Titik.

Meskipun demikian, dia masih punya hubungan persahabatan yang baik dengan beberapa mahasiswi, khususnya yang pandai memahami karakter dan wataknya. Diantaranya adalah seorang mahasiswi Indonesia satu almamater. Namanya Maria Nabeela. Kisah perkenalan dengannya tanpa di sengaja. Ketika itu, setelah habis dawam, sebagaimana biasanya Aisyah menunggu sopir pribadi ayahnya di depan kampus. Dia memang selalu di jemput jika pulang dawam. Tapi kali ini, setelah setengah jam menunggu, sopirnya tidak datang juga. Beberapa saat kemudian, ponsel Nokia-nya menjerit, lalu terdengar lagu Ana Wasysyuuq-nya Meriem Farees, pertanda ada yang memangil. Sedikit terburu-buru, Aisyah meraih ponsel di tas mungilnya. Hati kecilnya berkata, panggilan itu dari ayahnya. Dan benar…..ayahnya memberi kabar bahwa hari ini dia tidak di jemput, sebab sopir pribadi ayahnya akan mengantarkan beliau melakukan kunjungan kerja di Kota Aleppo, tepatnya salah satu anak cabang perusahaan ayahnya. Acara di anak cabang perusahaan sesungguhnya baru besok hari, tetapi ayahnya ingin datang lebih awal, karenanya, sore ini beliau berangkat bersama sopir pribadi dan malamnya menginap di sebuah hotel berbintang di Kota Aleppo.

Akhirnya Aisyah memutuskan naik servis saja . Sebenarnya dia ingin naik taksi, tetapi sudah terlalu lama dia menunggu, tidak ada taksi yang kosong. Semuanya penuh. Hari pun sudah mulai gelap, sebentar lagi datang waktu maghrib. Tidak ada pilihan, dengan terpaksa dia naik servis, mekipun gengsinya yang tinggi sebagai putri seorang konglomerat mencibir dari balik hatinya yang sombong. Apa boleh buat, daripada kemalaman. Di dalam servis, Aisyah duduk berdampingan satu jok dengan Maria Nabeela. Suasana hening, sepi dan kaku. Aisyah diam tanpa kata, Maria Nabeela membisu seribu bahasa. Hanya suara mesin servis yang menderu-deru berusaha memecah kesunyian dan kebekuan suasana. Sesaat Aisyah mencuri pandang ke Maria Nabeela, anggun sekali dengan jilbab putihnya yang panjang. Merasa di perhatikan, Maria Nabeela membalas pandangan Aisyah. Dia senyum. Aisyah membalasnya. Lalu Aisyah iseng menyapa Maria Nabeela, sekedar menutupi rasa malu karena ketahuan mencuri pandang Maria Nabeela. Beberapa saat kemudian, keduanya larut dalam obrolan tentang berbagai hal. Dan sejak itu mereka bersahabat dengan baik dan hingga kini telah berlangsung selama satu tahun.

Namun ada perbedaan yang sangat kontras antara Aisyah dengan Maria Nabeela. Jika Aisyah adalah seorang mahasiswi mutabarijjat, tomboy, judes dan sombong, Maria Nabeela justeru sebaliknya. Dia mahasiswi yang lembut, berbudi pekerti luhur dan sopan santun dalam bergaul. Busana yang di kenakannya selalu sopan dan longgar, tidak suka berpakaian ketat yang memancing perhatian mata genit dari pria nakal. Maria Nabeela juga tidak pernah melepaskan jilbabnya, meskipun ketika tidur. Baginya, Islam mengajarkan kaum wanita untuk memakai busana muslimah dan berjilbab, adalah bentuk terindah dalam memuliakan kaum wanita. Apalagi, seorang muslimah jika berjilbab yang sesuai dengan koridor syar`i, justeru semakin bertambah cantik, menarik dan mempesona. Karenanya, menurut pendapat Maria Nabeela, jika dia melepaskan busana muslimah plus jilbab dari dirinya, berarti dia melepaskan penghormatan Islam kepadanya sekaligus membuatnya jelek di pandang mata. Tidak cantik. Tidak ayu. Tidak jelita. Tidak anggun. Pokoknya Maria Nabeela akan menjadi gadis paling jelek sedunia jika melepaskan jilbabnya. Namun, dia tidak keberatan bersahabat dengan Aisyah, gadis mutabarrijat dari negeri Syam ini. Justeru hal itu merupakan kesempatan baginya untuk berda`wah. Di ajaknya Aisyah untuk sedikit feminim, dengan meninggalkan berpakaian celana jeans ketat plus kaos yang serba minim dan transparan. Dengan penampilan seperti itu, Aisyah sama persis dengan apa yang di singgung Rasulullah dalam sebuah hadits, wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Berulang kali Maria Nabeela mengajaknya berjilbab, namun Aisyah tetap enggan dan menolak dengan halus. Untuk beberapa waktu, da`wah Maria Nabeela belum membuahkan hasil. Meskipun Aisyah menolak ajakan Maria Nabeela untuk berjilbab, tetapi dia tetap baik padanya dan tidak mentang-mentang. Dia sangat menghormati Maria Nabeela sebab sulit di temukan ada teman yang mau memperhatikan dirinya. Apalagi Maria Nabeela sangat baik dan sopan. Aisyah memang tidak punya banyak teman. Keangkuhan hatinya, di tambah rasa gengsi sebagai putri konglomerat, membuat dia di jauhi banyak teman. Maria Nabeela sendiri tidak putus asa berda`wah dan tetap menjaga hubungan baik persahabatannya dengan Aisyah.

Perubahan drastis terjadi ketika Aisyah mengalami sebuah mimpi ngeri yang sangat mempengaruhi kondisi kejiwaaan Aisyah. Siang hari sebelum malamnya bermimpi, dia mengikuti muhadloroh Dirosat Qur`aniyah yang di sampaikan oleh DR. Hindun Sahlul. Dalam muhadlorohnya, dosennya Aisyah ini menyinggung tentang hijab dan kewajiban memakainya bagi wanita muslimah. Lalu DR. Hindun Sahlul menyitir ayat ke-59 dari Surah Al Ahzab yang dengan tegas menjelaskan wajibnya mengenakan busana muslimah plus jilbab. Di jelaskannya juga mengapa Islam mensyariatkan jilbab, diantaranya untuk menjaga keselamatan jiwa dan kehormatan kaum wanita, yang dengan sendirinya adalah bentuk terindah ajaran Islam dalam memuliakan kaum wanita. Namun, hati keras laksana batu milik Aisyah, di tambah dengan keangkuhannya, sulit untuk menerima penjelasan dosennya, apalagi mengikutinya. Pendek kata, penjelasan DR. Hindun Sahlul tak mampu menembus dinding tebal keangkuhan hati Aisyah.

Aisyah hari itu pulang dawam dengan hati dongkol dan tidak puas hati dengan materi kuliah DR. Hindun Sahlul. Sampai menjelang tidur, Aisyah tetap tidak mampu meredakan kedongkolan hatinya. Ia terus memikirkan isi materi kuliah tadi siang.

“ Kalau memang benar Islam mensyariatkan hijab atau jilbab, bertujuan menjaga keselamatan jiwa dan kehormatan kaum wanita, apa lalu yang tidak berbusana muslimah plus jilbab akan terancam keselamatannya ? Ah…tidak mungkin…tidak mungkin…buktinya aku tidak pernah pakai busana muslimah, juga tidak pernah mengenakan hijab atau jilbab, tapi aman-aman saja. Menurutku, DR. Hindun Sahlul itu sedang membual kosong tentang doktrin masa lalu yang sekarang sudah usang dan basi…”, gumamnya sendirian.

Sebentar kemudian, Aisyah tertidur dengan tetap membawa ketidakpuasan tentang syariat hijab, yang menurutnya kini telah usang dan basi. Dalam keterlenaanya, Aisyah bermimpi. Bermimpi tentang sesuatu yang memiliki hubungan erat dengan ketidak puasannya dengan syariat hijab. Dia bermimpi seakan berada dalam sebuah tempat yang sangat mengerikan, penuh kobaran api yang menyala-nyala. Dengan mata kepalanya sendiri, dia menyaksikan berbagai macam siksaan. Ada segolongan orang yang di bakar sampai pada mata kaki, ada yang sampai pada lututnya dan ada juga yang sampai pada perutnya. Belum hilang kengerian Aisyah melihat orang-orang menjerit kesakitan karena dibakar nyala api, pemandangan lebih aneh dilihatnya. Ada segolongan orang yang mengenakan sepatu dari bara api, sedangkan rambut kepalanya di sisir dengan sisir dari bara api juga. Mereka menjerit-jerit kepanasan, namun tak mampu melepaskan sepatu dan sisir aneh itu. Beberapa langkah Aisyah berjalan, kedua matanya kembali di perangahkan oleh pemandangan yang menyayat dan mengiris-iris hati. Bagaimana mungkin ada beberapa orang sedang mengiris lidahnya sendiri dengan sebilah pisau yang sangat tajam. Ada juga yang kemaluannya di tusuk dengan besi panas. Di bagian lain, Aisyah melihat ada segolongan manusia yang berperut buncit dan menggelantung panjang ke bawah persis buah kates yang matang. Di sebelah mereka, dia melihat sekelompok wanita yang di bakar kepalanya..

“ Inikah yang di namakan neraka itu ?”, gumamnya ngeri. Aisyah semakin terpengarah menyaksikan semua pemandangan yang mengerikan itu. Dalam kondisi keterperangahannya, tiba-tiba dia mendengar suara tanpa rupa.

“ Benar, inilah neraka yang di janjikan Tuhan-mu dan…dan sebentar lagi engkau juga akan di seret masuk ke dalam api neraka yang menyala-nyala itu”.

Aisyah terkejut bukan main. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, sepi…tidak ada orang. Lalu, siapa yang berbicara sebentar tadi. Aisyah heran dan tak habis pikir.

“ Apa….? Aku juga akan di seret ke dalam neraka bersama orang-orang yang di siksa itu……ah tidak mungkin…apa dosaku…..apa kesalahanku ?’, balas Aisyah.

Suara itu tidak menjawab lagi. Namun tiba-tiba Aisyah merasakan ada kekuatan yang menangkap dan mencengkeramnya dengan kuat. Aisyah berusaha meronta, namun semakin kuat dia meronta, semakin erat pula cengkeraman itu. Ketika cengkeraman itu terasa melepaskan dirinya, justeru dia merasakan sedang di lemparkan ke dalam dasar jurang api neraka bersama kelompok wanita yang di bakar kepalanya.

“ Tolong…tolooong..jangan siksa aku…tolong…aku mohon…”, jerit Aisyah. Sosok yang mencengkeram dan melemparkan dia ke neraka tadi tidak menggubris jeritan memelasnya, namun tiba-tiba Aisyah merasakan ada suara memanggil-manggil namanya.

“ Aisy…Aisy…Aisyah…hei bangun…Aisy…bangun..”, ujar suara itu. Aisyah merasa badannya di goyang-goyang seseorang, akhirnya dia terbangun dan membuka mata. Di lihatnya dengan seksama sosok yang duduk di dekatnya. Lalu, serta merta Aisyah memeluknya dengan erat.

“ Mamaa......Aisy takut Maa … Aisy takut “, ujarnya. Ternyata sosok tadi adalah ibundanya.

“ Iya iya “, ujar ibundanya. “ Mimpi apa tadi…kok jadi ketakutan seperti ini…..Mama dengar kamu menjerit minta tolong…ada apa sih…syu bek Habibtiy ?”, tanya ibundanya sambil mengelus-elus kepalanya dengan penuh kasih sayang.

“ Aisy mimpi ngeri Maa....mimpi neraka Ma…dan…dan Aisy di siksa di dalamnya Maa…”, jelasnya sambil sesenggukan.

“ Ooooo…cuman mimpi saja kok…jangan terlalu dipikirkan…cuman bunga tidur Aisy…”, hibur ibundanya.

“ Tapi Maa…ini….ini...”,

“ Iya ya…Mama faham. Sekarang, tenangkanlah pikiranmu, dan tidur lagi yaaa...Masih malam tuh..baru jam tiga seperempat…ayo bobok lagi, besok mau dawam kan ?”. potong ibundanya. Aisyah tidak jadi meneruskan kata-katanya, karena di potong ibundanya.

“ Maa….temani Aisy Maa….Aisy takut tidur sendirian…”.

“ Ya udaaah…tidurlah Sayang. Mama tidur di sampingmu”.

Aisyah kembali berusaha memejamkan mata kembali. Sementara di sisi kanannya, ibundanya mengelus-elus keningnya yang putih bersih. Kedua matanya terpejam rapat, namun sesungguhnya dia tidak mampu lagi untuk terlena. Pikirannya di penuhi bayangan mimpi ngeri yang baru saja dia alami. Neraka dengan segala bentuk siksaannya, yang selama ini berusaha dia dustakan, kini datang menghampiri bahkan menyeretnya masuk ke sana. Selama ini, jika ada orang yang menyinggung masalah neraka, dia mencibir penuh sinis dan menganggap semua berita tentang neraka adalah kabar usang yang tidak laku jual. Baginya, semua basi, omong kosong dan bohong belaka. Karena tidak percaya dengan adanya neraka, Aisyah tidak pernah sholat dan banyak melakukan ma`shiyat. Dengan mimpi ngeri yang di alaminya, hatinya mulai tersentuh meskipun belum sepenuhnya dia mempercayai bahwa suatu saat nanti akan ada sebuah tempat penuh siksaan yang bernama neraka . Tiba-tiba, dari pelupuk matanya yang sayu, menetes beberapa butir airmata. Airmata kesedihan betapa selama ini dia telah banyak berbuat dosa dan kesalahan.

Satu jam telah berlalu, tetapi Aisyah tetap tidak mampu lagi untuk terlena. Di lihatnya sosok mulia di sisinya, tertidur dengan lelap dan pulas. Beberapa saat kemudian, kumandang adzan shubuh menggema. Mendengar alunan merdu suaranya, Aisyah merasa ada satu sosok berhati bening sedang melambaikan tangan, mengajaknya kembali ke jalan Tuhan. Aisyah segera menyambut lambaian itu. Untuk pertama kali setelah sekian lama di tinggalkannya, dia menunaikan sholat shubuh. Melihat perubahan putri tunggalnya, ayah bundanya keheranan bercampur bahagia. Aisyah yang dulu tidak pernah sholat, kini telah berubah. Dalam hati mereka memuji dan bersyukur kepada Allah atas curahan kasihsayang-Nya, telah membimbing putrinya menemukan kembali jalan yang penuh hidayah.

************
Di kaki Bukit Qoshiyun, di sebuah rumah susun, dua bersaudara Maria Nabeela bersama kakaknya, Mas Ikhwan, baru saja menyelesaikan sholat shubuh berjamaah. Lalu, setelah berwirid beberapa saat, mereka berdua hanyut dalam tadabbur Al Quran. Terdengar suara Maria Nabeela membaca Al Quran, mengalun merdu dan lembut, serta di padu dengan bacaan yang tartil dan bertajwid. Sementara itu, duduk di sampingnya, Mas Ikhwan menyimak bacaan Maria Nabeela dengan penuh perhatian. Beberapa kali dia membenarkan bacaan Maria Nabeela yang kurang tepat. Mas Ikhwan memang seorang mahasiswa pasca sarjana yang hafal Al Qur`an. Beberapa bulan yang lalu dia baru saja mendapatkan Syahadah Al Qur`an dari Syaikh Kuroyim Rojih, sebagai pertanda telah mengkhatamkan hafalan Al Qur`an 30 Juz. Kini, di samping melanjutkan study pasca sarjana di Fakultas Syariah Universitas Imam Auza`i, dia melanjutkan talaqqi qiraat sab`ah, tetap ke Syaikh Kuroyim Rojih. Gelar S1-nya di dapatkan dari Fakultas Syariah Mujamma` Syaikh Kaftaru, selesai setahun yang lalu dan termasuk salah satu mahasiswa mutakhorrijin berpredikat mumtaz.

Baru saja tadabbur al Qur`an mereka selesai, tiba-tiba ring-tone Ya Mu`allim-nya Sami Yusuf menjerit kuat dari ponsel Nokia Maria Nabeela. Maria Nabeela segera meraih ponselnya, di lihatnya sesaat layar ponsel, muncul nama yang tidak asing :“ Aisyah calling ”. Maria Nabeela segera mengklik tombol jawab.

“ Halloo..Assalamu`alaikum…”, suara Aisyah di seberang sana menyapa. Maria Nabeela heran, tumben pagi-pagi Aisyah nelephon, pake salam lagi. Biasanya, kalau Aisyah nelephon, begitu tombol jawab di-klik, tanpa salam terlebih dahulu, langsung bag-bug bag-bug dan bla bla bla, lalu nyerocos bawel..

“ Wa`alaikumussalam…”, balas Maria Nabeela. “ Tumben Aisy, pagi-pagi nelephon, ada apa ? Memangnya hari ini enti bangun pagi ya ? biasanya suka telat bangunnya”.

“ Idiiiiih…pake ngledek lagi…ana mau nanya nih, hari ini enti mau dawam nggak ? “, tanya Aisyah.

“ Ya iyalah..hari ini hari Rabu kan…? Ada muhadloroh DR. Aiman Syawa, muhadloroh Nahwu…memangnya kenapa ?”, tanya balik Maria Nabeela.

“ Ya udah, entar kita ketemuan di hadiqoh ya, dekat Aydi, ada hal penting yang ingin ana sampaikan. Ana tunggu sekitar jam 11 setelah mengikuti muhadloroh Nahwu, maa liisy ?”.
“ Oke… nanti kita ketemuan di hadiqoh …”. janji Maria Nabeela.
" Kalau begitu, sampai jumpa nanti…”, balas Aisyah.
“Udah ya…ma`assalamah…Assalamu`alaikum ”, lanjutnya lagi.

““ Wa`alaikumussalam…”, balas Maria Nabila sambil menutup ponsel. Rasa herannya belum juga hilang. Dia termenung memikirkan keanehan Aisyah pagi ini. Akhirnya, dia menggelengkan kepala, tidak habis pikir dengan tingkah sahabatnya. Lalu, segera dia lari ke dapur guna menyiapkan sarapan pagi untuknya dan Mas Ikhwan.

Dua jam kemudian, Maria Nabeela berangkat dawam. Kali ini, Mas Ikhwan ikut menemaninya. Khusus hari Rabu, Mas Ikhwan memang rutin menemani Maria Nabeela ke kampus, tujuannya ingin mengikuti muhadloroh nahwu dari DR. Aiman Syawa, guna memperdalam pengetahuannya tentang ilmu nahwu. Sesaat kemudian, keduanya bergegas meluncur menuju kampus Fakultas Sastera Arab.

Setengah jam berlalu, keduanya sampai di tempat tujuan. Maria Nabeela mengapit tangan kakaknya dan segera menuju Mudarroj Wahid. Muhadloroh Nahwu baru saja di mulai. Maria Nabeela bersama Mas Ikhwan segera mencari tempat duduk agak ke depan sedikit. Sepintas pandang Maria Nabeela melihat lambaian tangan dari Aisyah. Dia duduk nomor tiga dari depan. Kembali Maria Nabeela kaget dan heran melihat penampilannya. Aisyah pagi itu mengenakan busana yang sopan dan longgar meskipun kepalanya belum di balut dengan jilbab. Maria Nabeela membalas dengan senyuman. Dalam hatinya terbersit kebahagiaan bercampur rasa penasaran melihat perubahan penampilan sahabatnya. Lalu, Maria Nabeela bersama Mas Ikhwan memusatkan perhatian dan konsentrasi pada muhadloroh nahwu. Kali ini, DR. Aiman Syawa dengan sangat gamblang membahas tentang masalah perbedaan pendapat antara Ulama Kufah dan Ulama Bashroh dalam beberapa masalah nahwu. Diantaranya masalah asal musytaq-nya kalimat isim dan masalah ni`ma dan bi`sa, apakah keduanya kalimat isim atau fi`il. Keduanya dikupas tuntas oleh DR. Aiman Syawa. Keindahan uslub DR. Aiman Syawa dalam menyampaikan materi kuliah Nahwu, membuat Mas Ikhwan sangat menikmati muhadloroh pagi itu. Satu setengah jam kemudian muhadloroh berakhir.( Bersambung ke SENTUHAN HATI ( 2 ) ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar