Selasa, 16 November 2010

Khutbah Idul Adha 1431 H

الله أكبر 9×

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.

إِنَّ الْحَمْدَ لله هُوَالَّذِي جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْداً لِلْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحَّدَنَا بِعِيْدِهِ كَأُمَّةٍ وَاحِدَةٍ، مِنْ غَيْرِ الأُمَم، وَنَشْكُرُهُ عَلَى كَمَالِ إِحْسَانِهِ وَهُوَ ذُو الْجَلاَلِ وَاْلإِكْراَمِ. و اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.أَمَّا بَعْدُ..فَيَأَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَتَمَسَّكْ بِهَذَا الدِّيْنِ تَمَسُّكًا قَوِيًّا وَاسْتَقِمْ فِي سَبِيْلِهِ حَتىَّ يَأْتِيَنَا الْيَقِيْنُ. . يَقُوْلُ اللهُ : فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ. , وَيَقُوْلً أَيْضًا : إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ – فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ – إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ اْلأَبْتَرُ.

Ma’a syiral muslimin rahimakumullah
Hari ini takbir berkumandang di seluruh dunia, membesarkan nama Allah. Gema takbir yang disuarakan oleh lebih dari satu seperempat milyar manusia di muka bumi ini, menyeruak disetiap sudut. Di lapangan, di surau-surau, di desa-desa, digunung-gunung, dikampung-kampung di seluruh pelosok negeri Islam. Getarkan qalbu mu’min, yang tengah khusyu’ dzikrullah, penuh mahabbah, penuh ridho, penuh roja’ –harap-harap cemas akan hari perjumpaan kelak di hari kiamat dengan Sang Khaliq, Sang Pencipta Allah SWT. Pekik suara takbir itu juga kita bangkitkan disini, dibumi tempat kita bersujud. Iramanya memenuhi ruang antara langit dan bumi, disambut riuh rendah suara Malaikat nan tengah khusyu’ dalam penghambaan diri mereka kepada Allah swt.

Download Khutbah Idul Adha versi MS. Word Klik Di sini

Download Khutbah Idul Adha versi PDF Klik Di sini

Download Kumpulan Khutbah Jumat ( ZIP ) Klik Di sini

Takbir itu kita suarakan dengan lantang, tahmid, tasbih dan tahlil juga kita pekikkan dengan mantap, membesarkan nama dan keagungan Allah, memuji dan menyanjung kemulyaan-Nya, mensucikan-Nya dari hal yang mustahil bagi-Nya, memurnikan tauhid dengan mengesakan-Nya dengan sepenuh hati. Dan semua itu, semata berharap ridho-Nya, berharap ampunan-Nya dan karunia anugerah-Nya.

Kita bertakbir, kita bertahmid, kita bertahlil, kita bertasbih, dengan mantap, dengan tegas, dengan penuh semangat. Tidak hanya kita, bahkan segenap kaum muslimin di seluruh dunia, hari ini Hari raya Idul Adha, kita dan kaum muslimin sedunia serentak mengumandangkan takbir, tasbih, tahmid dan tahlil guna mengenang dan memperingati serta memberi makna satu hari yang penuh hikmah dan pelajaran. Dan kita kembali bertahmid, Al Hamdulillah, hari ini kita kembali bertemu dengan salah satu hari besar dan agung dalam agama kita, yaitu hari raya Idul Adha.

Ma’a syiral muslimin rahimakumullah

Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu hari besar dan agung dalam agama kita, tetapi kebiasaan dan tradisi di masyarakat kita sering di rayakan tidak semeriah Hari Raya Idul Fithri. Jika pada hari Raya Idul Fithri kita menyediakan berbagai macam makanan, minuman, kue mue yang beraneka macam guna menjamu para tamu yang datang, maka di hari Raya Idul Adha jarang ada yang mengadakan persiapan dengan berbagai macam makanan. Jika pada hari Raya Idul Fithri kita berkunjung ke seluruh kerabat, handai tolan dan teman-teman dekat untuk berhari raya, mengucapkan selamat dan mohon maaf, maka di hari raya Idul Adha kita tak melakukan hal itu. Kalaupun ada, mungkin hanya sebagian kecil dari kita saja. Hal ini sepertinya telah menjadi tradisi turun temurun di masyarakat kita bahwa perayaan hari Raya Idul Adha memang dirayakan tidak semeriah perayaan hari Raya Idul Fithri.

Akan tetapi, dalam menyikapi dan menyambut hadirnya hari raya, baik Idul Fithri maupun Idul Adha, bukan masalah meriah atau tidak dalam merayakannya, meskipun hal itu tetap dirasa penting. Namun yang penting dan paling utama adalah bagaimana kita bisa menata hati dan mempersiapkan jiwa untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat sesuai dengan moment hari raya tersebut. Maka dalam kesempatan ini saya mengajak para hadirin untuk mengetahui hal-hal apa saja yang perlu kita lakukan dalam rangka menata hati dan mempersiapkan jiwa menyambut hari raya, khususnya hari Raya Idul Adha pada tahun ini. Ada banyak hal yang dianjurkan Rasulullah untuk kita lakukan menjelang datangnya hari Raya Idul Adha, diantaranya sebagai berikut :

Kesunnahan Pertama , Berpuasa.

Sangat dianjurkan berpuasa khususnya puasa hari Arofah, yaitu puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah, yaitu satu hari sebelum datangnya hari Raya Idul Adha. Puasa ini sangat di anjurkan Rasulullah sebagaimana di sebutkan dalam hadits shohih melalui riwayat Imam Muslim dari Abu Qotadah ra, Rasulullah bersabda :

أن رسول الله سُئل عن صوم يوم عرفة ؟ قال يكفر السنة الماضية والباقية.

“ Berpuasa pada hari Arofah karena mengharap pahala dari Allah dan keredhoan-Nya, akan mampu menghapuskan dosa satu tahun sebelumnya dan satu tahun sesudahnya “.

Juga di sunnahkan berpuasa hari Tarwiyah, yaitu puasa tanggal 8 Dzulhijjah, dua hari sebelum datangnya hari raya Idul Adha. Akan tetapi, kesempatan berpuasa ini telah berlalu, karenanya berbahagialah kita yang kemaren berpuasa arofah dan tarwiyah. Sebab dengan melakukan puasa arofah, dosa-dosa kita – dosa-dosa kecil tentunya – selama selang waktu satu tahun sebelum hari raya hari ini dan satu tahun sesudah hari raya hari ini, telah diampunkan oleh Allah SWT. Sebaliknya, tentu sangat disayangkan jika kemaren kita melewatkan kesempatan berpuasa arofah dan tarwiyah pada tahun ini. Hanya tinggal satu harapan, mudah-mudahan Allah memanjangkan umur kita sampai tahun depan, sehingga kita kembali mendapatkan kesempatan untuk berpuasa arofah dan tarwiyah yang Allah janjikan pahala ampunan dosa selama dua tahun, setahun sebelum hari raya dan setahun sesudah hari raya.

Ma’a syiral muslimin rahimakumullah

Kesunnahan kedua, Memperbanyak Takbir, Tahmid dan Tahlil.

Ini juga termasuk kesunnahan yang sangat di anjurkan Rasulullah. Rasulullah sangat menganjurkan memperbanyak Takbir, Tahmid dan Tahlil baik pada hari raya Idul Fithri maupun hari raya Idul Adha. Hanya saja bedanya, jika takbir, tahmid dan tahlil pada hari raya Idul Fithri di sunnahkan sejak terbenamnya matahari di hari terakhir Bulan Romadhon hingga naiknya imam / khotib ke mimbar untuk menyampaikan khutbah, maka pada hari raya Idul Adha di sunnahkan bertakbir, bertahmid dan bertahlil sejak fajar shubuh hari Arofah dan terus berlangsung di sunnahkan hingga habis hari tasyriq, yaitu 3 hari setelah hari raya Idul Adha tanggal 11, 12 dan 13 Dzul hijjah. Juga di sunnahkan mengeraskan atau meninggikan suara ketika bertakbir hari raya, sebab dengan demikian akan terlihat betapa besar syiar Islam di mata orang lain yang tidak beragama Islam. Kesunnahan ini tidak hanya berlaku di masjid atau tempat ibadah lainnya, tetapi dimana saja. Tetap sunnah hukumnya bertakbir di sekolah, di rumah, di jalan, di pasar, di toko dan dimana saja selama tempat tersebut diperbolehkan menyebut asma Allah. Selama rentang waktu sejak fajar shubuh hari arofah yaitu subuh hari kamis kemaren hingga hari terakhir hari tasyriq, yaitu senja hari senin yang akan datang, bertakbir dimana saja hukumnya sunnah dan insya Allah ada balasan pahala dari Allah SWT. Karenanya, mari kita amalkan kesempatan meraih pahala ini melalui takbiran hari raya selama rentang waktu yang telah di sunnahkan.

Kesunnahan ke tiga, Melakukan Sholat hari Raya

Sholat hari raya termasuk hal paling pokok dari kesunnahan yang perlu kita lakukan dalam mengisi moment penting hari raya Idul Adha. Praktek pelaksanaannya dapat kita simpulkan sebagai berikut :

1. Sunnah dilakukan baik secara perorangan maupun berjamaah. Bahkan jika misalnya, hari ini ada yang berhalangan melakukannya, maka disunnahkan mengqodho’nya pada hari yang lain.

2. Tempat melakukan sholat hari raya sangat diutamakan melakukannya di masjid. Akan tetapi jika tidak memungkinkan melakukannya di masjid, karena alasan tertentu misalnya masjid tak mampu menampung seluruh jamaah yang hadir , maka boleh di lakukan di luar masjid yaitu di lapangan terbuka. Rasululllah sendiri melakukan hal ini di saat masjid beliau tidak muat menampung semua jamaah.

3. Sholat Hari raya persis sama dengan sholat sunnah lainnya dalam jumlah rekaat dan rukunnya, bedanya dalam sholat hari raya setelah takbiratul ihram di sunnahkan bertakbir sebanyak 7 kali pada rekaat pertama dan 5 kali pada rekaat kedua. Pada masing-masing diantara takbir di sunnahkan membaca Subhanallahi wal hamdulillahi walaa ilaha illallahu waallahu akbar walaa haula walaa quwwata illa billahil aliyyil adhim

4. Pada rekaat pertama setelah membaca Al Fatihah di sunnahkan membaca Surah Qof dan pada rekaat kedua Surah Al Qomar. Jika tidak mampu karena tidak hafal misalnya, boleh membaca Surah Al A’la pada rekaat pertama dan Surah Al Ghosiyah pada rekaat kedua. Jika tidak mampu juga, boleh menggantinya dengan membaca Surah Al Kafirun pada rekaat pertama dan Surah Al Ikhlas pada rekaat kedua.

5. Setelah Sholat hari raya selesai, di sunnahkan juga membaca khutbah. Praktek pelaksanannya persis sama dengan khutbah jumat, hanya saja bedanya khutbah hari raya di awali dengan takbir 9 kali pada khutbah pertama dan 7 kali pada khutbah kedua. Materi yang dianjurkan adalah seputar kisah pengorbanan Nabi Ibrahim atas putranya Nabi Ismail dan ha-hal yang berhubungan dengan masalah kurban.

6. Khusus untuk kaum wanita, secara umum tetap di sunnahkan sholat hari raya, tetapi masalah kehadirannya di mesjid atau di lapangan untuk mengikuti sholat hari raya, terdapat perincian hukum. Perincian ini dijelaskandalam beberapa kitab fiqih, misalnya dalam Hasiyah Al Bajuri dan kitab Bujairimi Wahab, kita akan menemukan beberapa perincian mengenai hukum wanita menghadiri sholat hari raya. Dalam kitab tersebut dijelaskan sebagai berikut :

a) Wanita yang sudah tua, nenek-nenek, yang tidak cantik lagi, tidak menarik lagi, juga tidak suka berdandan dan tidak suka memakai parfum dan wangi, terlebih ketika akan berangkat menghadiri sholat hari raya, hukumnya sunnah menghadiri dan mengikuti sholat hari raya di masjid.
b) Wanita yang sudah tua, nenek-nenek, yang tidak cantik lagi, tidak menarik lagi, tetapi masih suka berdandan dan tidak suka memakai parfum dan wangi hukumnya makruh menghadiri dan mengikuti sholat hari raya di masjid.

c) Wanita yang masih muda, para remaja putri, yang masih muda dan cantik serta menarik, tetapi tidak suka berdandan dan tidak suka memakai parfum dan wangi serta berpakaian yang tidak berlebihan, hukumnya makruh menghadiri dan mengikuti sholat hari raya di masjid.

d) Wanita muda, para remaja putri, yang masih cantik serta menarik, tetapi suka berdandan dan suka memakai parfum dan wangi serta berpakaian secara berlebihan, misalnya memakai pakaian yang minim dan transparan, maka haram makruh menghadiri dan mengikuti sholat hari raya di masjid.

Saya merasa perlu menyampaikan hal ini, sebab tradisi di masyarakat kita, ketika hari raya tiba, kita semua berduyun-duyun kemasjid, termasuk para wanita dan remaja putri. Sholat hari raya tetap di sunnahkan melakukannya bagi siapapun, tetapi khusus wanita muda dan remaja, ada batasan tertentu yang harus diperhatikan. Kesimpulannya, jika kaum wanita yang masih muda dan cantik tetap ingin hadir di masjid ketika hari raya, agama tidak melarang dengan tegas, tetapi memberi hokum makruh saja, tetapi dengan catatan aman dari fitnah, tidak berdandan, tidak memakai minyak wangi dan tidak mengenakan pakaian yang berlebihan, tidak minim dan transparan. Sekali lagi hal ini perlu saya sampaikan dan mudah-mudahan tidak disalahfahami, sebab tentu kita tidak ingin ibadah yang kita lakukan yang dengannya kita berharap pahala, tetapi ternyata justeru mendapat dosa.

Kesunnahan ke empat, Menyembelih hewan Qurban

Setelah Sholat Hari Raya selesai di lakukan, kaum muslimin dimanapun berada melakukan syariat penyembelih hewan qurban. Hewan yang boleh di gunakan sebagai qurban adalah kambing, sapi atau kerbau dan onta. Mengenai hukumnya para ulama berbeda pendapat. Menurut pendapat Rabi’ah (guru Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Sa’ad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, hukum berkurban bagi yang telah mampu dan memenuhi syarat adalah wajib, sedangkan menurut pendapat mayoritas ulama, khususnya dalam madzhab Imam Syafii, hokum berkurban bagi yang telah mampu adalah sunnah muakkadah. Kemudian, mengenai waktu penyembelihannya menurut syariat adalah sejak selesai Sholat Idul Adha sampai habis hari tasyriq. Jika penyembelihan dilakukan sebelum sholat hari raya atau sesudah habis hari tasyriq, maka penyembelihan tersebut tidak dihukumi sebagai penyembelihan hewan Qurban, tetapi hanya penyembelihan biasa.

Ma’a syiral muslimin rahimakumullah

Kesunnahan berkurban ini berdasarkan sejarah adalah dalam rangka mengenang kisah penyembelihan yang dilakukan Nabi Ibrahim atas putranya Nabi Ismail. Dan pengorbanan Nabi Ibrahim ini ketika akan menyembelih putranya selalu kita fahami hanya dengan kesiapan kita untuk menyembelih hewan qurban sebagaimana yang dilakukan Nabi Ibrahim. Maka kita berlomba-lomba mengumpulkan dana semata-mata tujuannya agar bisa berkurban, bahkan tak jarang kita dengar ada sekelompok masyarakat kita yang mengadakan arisan kurban. Hal ini merupakan hal yang baik dan tidak ada larangan, bahkan memang jika telah mampu, sunnah muakkadah hukumnya melakukan qurban. Akan tetapi kita sering lupa bahwa sesungguhnya ada pelajaran penting dari peristiwa kurban yang dicontohkan Nabi Ibrahim. Setidaknya ada dua pelajaran yang dapat kita ambil :

Pertama, Teladan keikhlasan dan keredhoan hati dalam menerima perintah Allah.

Penyembelihan atas diri putra kesayangan sesungguhnya berdasarkan mimpi yang dialami Nabi Ibrahim. Dalam mimpi nya beliau mendapat perintah Allah untuk mengorbankan putranya. Hal ini di ceritakan Allah dalam Al Quran Surah Ash-Shoffat 102 :

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّيْ أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّيْ أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِيْ إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar".

Bagaimana respon Nabi Ibrahim ketika mendapat perintah Allah yang sangat dahsyat beratnya ini ? Dengan sigap dan mantapnya beliau menerimanya. Perintah Allah untuk mengurbankan putra kesayangannya Nabi Ismail segera dilakukannya. Peristiwa ini sungguh sangat luar biasa. Bagaimana tidak ? bagaimana mungkin seorang ayah akan tega menyembelih putranya laksana hewan dengan tangannya sendiri dan berada di hadapannya ? Akan tetapi Nabi Ibrahim telah menerima perintah ini dari Allah, maka dengan penuh keikhlasan beliau siap melakukannya. Yang lebih luar biasa Ketika perintah ini di sampaikan kepada putranya Nabi Ismail, putranya melakukan hal yang sama sebagaimana ayahandanya. Nabi Ismail dengan senang hati, penuh keikhlasan dan keredhoan hati. Sekali lagi, peristiwa ini sangat luar biasa. Bagaimana mungkin seorang anak mau dan rela mati di tangan ayahandanya ? Dengan cara yang menurut kita tidak manusiawi, yaitu di sembelih. Kita akan semakin terpana dan tertegun jika mentadabburi kisah penyembelihan ayah atas putranya ini. Bagaimana mungkin seorang ayah bersama putranya sepakat dan satu hati untuk menyembelih dan di sembelih. Masya Allah…sebuah pelajaran luar biasa tentang ketaatan atas perintah Allah, teladan yang amat dahsyat tentang keikhlasan dan keredhoan hati dalam menerima perintah Allah. Dan ini sesungguhnya yang ingin diteladankan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada kita, bukan sekedar meneladani pengurbanan dan penyembelihannya, tetapi teladan tentang ketaatan, teladan keikhlasan dan keredhoan hati serta teladan ketaqwaan yang luar biasa. Sayangnya, kita selalu memahami hal ini hanya dengan kesiapan kita untuk menyembelih hewan qurban sebagaimana yang dilakukan Nabi Ibrahim. Nah, siapkah hati kita untuk taat, patuh, ikhlas dan redho serta siap sedia melakukan semua perintah Allah ? Tentu hati nurani kita masing-masing yang akan menjawabnya.

Kedua, teladan pembelajaran dan pendidikan anak.

Dalam kisah penyembelihan Nabi Ibrahim atas putranya Nabi Ismail, sesungguhnya juga ada teladan pendidikan terhadap anak-anak kita. Kita melihat bagaimana kesiapan hati Nabi Ismail ketika Ayahanda menyampaikan perintah Allah untuk menyembelihnya. Kita juga melihat bagaimana putra asuhan wahyu ini menghadapi dan menerima perintah Allah dengan penuh kesabaran, ketaatan dan keteguhan hati, bahkan dengan kwalitas ketaqwaan yang luar biasa. Putra asuhan wahyu ini menjawab dengan lapang dada dan senang hati, katanya kepada ayahandanya : Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

Masya Allah…betapa bahagianya orang tua yang memiliki anak yang sholeh dan taat seperti Nabi Ismail. Betapa bahagia orang tua yang memiliki kesabaran, keteguhan hati dan ketaqwaan luar biasa seperti Nabi Ismail. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana konsep dan metode pembelajaran dan pendidikan yang diterapkan Nabi Ibrahim sehingga sukses melahirkan putra yang berprestasi dalam hal teladan ketaatan, ketaqwaan dan kesholehan ini ? Al Quran menjelaskan hal ini tentang bagaimana kiat Nabi Ibrahim dalam mendidik putra-putranya.

Pertama, Nabi Ibrahim telah mendidik putra-putranya sejak mereka belum ada. Jauh hari Nabi Ibrahim senantiasa memanjatkan doa agar dianugerahi anak-anak yang sholeh. Kita tau – melalui catatan sejarah yang sampai kepadaa kita – Nabi Ibrahim telah menanti cukup lama kehadiran putra belahan hati pelanjut estafet kenabian dan kesholehan. Hal ini karena isteri beliau, Saroh, tak juga melahirkan putra. Namun dalam penantian panjang ini, Nabi Ibrahim tiada henti memanjatkan doa akan hadirnya sang putra, putra yang sholeh, putra yang akan mampu menyambut estafet kenabian. Al Quran menceritakan hal ini dalam surah Ash Shoffat 100 :

رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ.


Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang Termasuk orang-orang yang saleh.
Ini pelajaran penting bagi kita, bahwa kita harus senantiasa berdoa untuk mendapat anugerah putra-putri yang sholeh dan sholehat. Dan inilah pendidikan jangka panjang buat anak keturunan yang dicontohkan Nabi Ibrahim sejak mereka belum ada lagi. Maka sudah seharusnya, kita semua, orang tua anak-anak kita memanjatkan doa di setiap kesempatan. Tidak hanya untuk memanjatkan doa memohon anak yang sholeh, tetapi sekaligus pembelajaran dan pendidikan buat anak-anak kita kelak.

Ma’a syiral muslimin rahimakumullah

Yang kedua, kiat Nabi Ibrahim dalam mendidik putranya adalah pemilihan yang tepat untuk perkembangan jiwa dan mental anak. Ketika Nabi Ismail masih dalam keadaan bayi, Nabi Ibrahim telah memilihkan tempat dan lingkungan yang tepat buat perkembangan kejiwaan putranya Nabi Ismail. Dipilihnya sebuah lembah yang saat ini di kenal dengan nama Mekkah.
Lingkungan pendidikan yang dipilih Ibrahim untuk putranya ini bersih dan stril dari virus aqidah dan akhlaq. Beliau jauhkan dari putranya, berhala dunia, fikiran sesat, budaya jahiliyah dan prilaku sosial yang tercela. Lingkungan pendidikan ini dipilih agar fikiran dan jiwanya terhindar dari kebiasaan buruk di sekitarnya. Selain jauh dari perilaku yang tercelah, tempat pendidikan Ismail juga dirancang menjadi satu kesatuan dengan pusat ibadah ‘Baitullah’. Hal ini dipilih agar Ismail tumbuh dalam suasana spritual, beribadah (shalat) hanya untuk Allah SWT. Kiat ini sangat strategis karena faktor lingkungan sangat berpengaruh kepada perkembangan kejiwaan anak di sekitarnya. Pemilihan tempat (bi’ah) yang strategis untuk pendidikan Ismail secara khusus Allah SWT abadikan dalam al-Qur’an, sebagaimana firman-Nya:

رَبَّنَا إِنِّيْ أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوْا الصَّلوةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاس ِ

تَهْوِيْ إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ.


Artinya: "Ya Tuhan kami, Sesungguhnya Aku Telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, Maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur." (Q.S. Ibrahim : 37)

Pelajaran yang harus kita petik dari kiat sukses pembelajaran dari Nabi Ibrahim ini adalah bagaimana kita memilihkan tempat yang sarat pendidikan agama buat anak-anak kita. Jika kita memimpikan putra yang memiliki wawasan agama yang luas, mendambakan putra-putri yang beraqidah mantap dan penuh keyakinan, maka kita wajib memilihkan tempat yang tepat. Masukkan mereka ke madrasah-madrasah, pondok pesantren dan tempat pendidikan lainnya yang sarat dengan nuansa agamis. Insya Allah putra-putri kita akan menjadi sosok-sosok tangguh yang memiliki kekuatan agama, aqidah dan iman yang luar biasa. Tidak hanya itu, mereka juga akan memiliki wawasan yang luas tentang agama dan ujung akhir dari hal ini adalah lahirnya anak sholeh yang tidak hanya siap berkorban untuk agamanya, tetapi juga siap melanjutkan estafet kehidupan penuh nuansa agama dari orang tuanya.

Ma’a syiral muslimin rahimakumullah

Kiat Ketiga, Kurikulum pendidikan Ibrahim juga sangat lengkap. Muatannya telah menyentuh kebutuhan dasar manusia. Aspek yang dikembangkan meliputi: Tilawah untuk pencerahan intelektual, Tazkiyah untuk penguatan spiritual, Taklim untuk pengembangan keilmuan dan Hikmah sebagai panduan operasional dalam amal-amal kebajikan. Muatan-muatan strategis pendidikan Ibrahim tersebut, Allah SWT telah jelaskan secara terperinci dalam firman-Nya:

رَبَّنَاوَابْعَثْ فِيْهِمْ رَسُوْلاً مِنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ ءَايَاتِكَ ةَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيْهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ


"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (Q.S. Al-Baqarah : 129)

Kiat ke empat, Misi pendidikan Ibrahim adalah mengantar Ismail dan putra-putranya mengikuti ajaran Islam secara totalitas. Keta’atan ini dimaksudkan sebagai proteksi agar tidak terkontaminasi dengan ajaran berhala yang telah mapan di sekitarnya. Dan ini yang selalu di wasiatkan Nabi Ibrahim kepada putra-putranya. Allah SWT menjelaskan wasiat dan pesan Nabi Ibrahim ini dalam Al Quran :

وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيْمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُ يَا بُنَيَّ إِنَّ الله اصْطَفَى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلاَ تَمَوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.


"Dan Ibrahim Telah mewasiatkan Ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam". (Q.S. Al Baqarah : 132)

Nabi Ibrahim sangat konsisten dengan misi mengantarkan putra-putranya memiliki tauhid dan aqidah yang kuat, tidak pernah terpengaruh predikat dan titel-titel selain keshalehan. Dalam mentransfer nilai kepada anaknya, Ibrahim selalu bertanya Maata’buduuna min ba’dii bukan Maata’kuluuna min ba’dii. "Nak, apa yang kau sembah sepeninggalku?" bukan pertanyaan "Apa yang kamu makan sepeninggalku?" Ibrahim tidak terlalu khawatir akan nasib ekonomi anaknya tapi Ibrahim sangat khawatir ketika anaknya nanti menyembah tuhan selain Allah SWT.
Pendidikan Nabiullah Ibrahim memang patut dicontoh. Beliaulah satu-satunya nabi yang berhasil mengantar semua anaknya menjadi nabi. Dan dari keturunan anak cucu beliau muncul nabi akhir zaman, yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Bagaimana dengan hasil pendidikan kita. Susah untuk membandingkannya, realitas anak didik kita hari ini sangat jauh dari hasil yang dicapai Ibrahim mendidik anak cucunya. Kita harus jujur bahwa hari ini kita mengalami degradasi moral yang parah. Para anak didik kita kehilangan orientasi dan celupan nilai. Yang terjadi adalah penetrasi budaya luar membentuk prilaku baru yang jauh dari nilai-nilai keislaman.

Ma’a syiral muslimin rahimakumullah

Demikianlah khutbah dapat saya sampaikan. Mari kita kembali menata hati dan memantapkan jiwa untuk mengisi sisa-sisa hari dari usia kita dengan amalan sholeh, kita tingkatkan prestasi ibadah kita kepada Allah SWT dan mari kita mencoba mensetting kembali model dan kiat pembelajaran dan pendidikan buat anak-anak kita, sebab anak sejak dia lahir, memang suci bersih, yang menyebabkan dia kotor dan ternoda, karena orang tua yang tidak bijaksana dalam menciptakan suasana dan lingkungan pembelajaran. Anak yang tumbuh dan berkembang dalam suasana pendidikan yang penuh religius, tentu akan tumbuh berkembang pula menjadi anak yang penuh tauhid dan sholeh. Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk meneledani Nabi Ibrahim dan putranya dalam hal teledan ketaatan, kesalehan, ketaqwaan, kesabaran dan keteguhan iman. Amin ya Raobbal alamin.



Khutbah Ke dua

لله أكبر 7×

اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْراً وَالْحَمْدُ ِللهِ كَثِيْراً وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لاَإلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وِللهِ الْحَمْدُ.

إِنَّ الْحَمْدَ لله, نَحْمَدُهُ حَمْدًا مَنْ عَرَفَهُ, وَنَشْكُرُهُ عَلَى إِدْرَاكِ ذِيْ الْحِجَّةِ وَيَوْمِ بَرَكَةِ. و اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.أَمَّا بَعْدُ..فَيَأَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَتَمَسَّكْ بِهَذَا الدِّيْنِ تَمَسُّكًا قَوِيًّا وَاسْتَقِمْ فِي سَبِيْلِهِ حَتىَّ يَأْتِيَنَا الْيَقِيْنُ. . يَقُوْلُ اللهُ : إن الله وملئكته يصلون على النبي يا أيّها الذين أمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما. وَرَسُوْلُهُ اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ, كما صليت على إبراهيم وَعَلَى آلِ سيدنا إبراهيم وبارك عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كماباركت على سيدنا إبراهيم وَعَلَى آلِ سيدنا إبراهيم فى العالمين إنك حميد مجيد. اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ.

اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشِيْنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادِيْنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

اللّهمَّ أَعِزَّ الإسْلاَمَ وَالمسلمين وَأَذِلَّ الشِّرْكَ والمشركين وَدَمِّرْ أعْدَاءَ الدِّينِ وَاجْعَلْ دَائِرَةَ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ يا ربَّ العالمين. اللّهمَّ بَارِكْ لَنَا بِهذَا الْعِيْدِ الْمُبَارَكَةِ وَارْزُقْنَا زِيَارَةَ بَيْتِكَ الْحَرَّمِ وَقَبْرِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ الصَّلاةُ وَالسَّلامُ فِى السّنَةِ الْقَدِيْمَةِ بِرحمتك يا أرحم الراحمين.

رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار

وصَلِّ اللهمَّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ سيدِنا مُحَمّدٍ وعلى آلِهِ وصَحْبِهِ وَسلّم والحمدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.