Rabu, 11 Juni 2008

Sentuhan Hati ( 2 )

Di taman kampus, tampak Aisyah duduk sendirian di sebuah bangku panjang. Raut wajahnya rada cemberut dan tak mampu menyembunyikan ekspresi kesedihan dan kebingungan. Sekitar sepuluh meter dari tempat duduknya, puluhan mahasiswa sedang antri mengambil khulashoh muhadloroh di Toko Aydi, yang memang melayani berbagai keperluan para mahasiswa. Aisyah tidak memperdulikan mereka, sebab otaknya kini sedang sibuk memikirkan perihal mimpi ngerinya tadi malam. Siang itu, dia ingin curhat tentang mimpi itu kepada Maria Nabeela, satu-satunya sahabat yang banyak mengerti tentang sifat dan karakternya. Dia sedang menunggu kedatangan sahabatnya itu. Tiba-tiba…Aisyah mendengar seseorang mengucapkan salam kepadanya.

“ Assalamu`alaikum….Ahlan Ya Aziizaty….”.

“ Wa`alaikumussalam…Ahlan….ahlan..”, balas Aisyah. Sepintas mata Aisyah melihat sosok yang bersama Maria Nabeela. Ada secercah rasa heran yang menggelitik dalam hatinya, sejak kapan Maria Nabeela punya pacar. Maria Nabeela melihat gelagat keheranan Aisyah, lalu…

“ Oh iya Aisy…kenalkan, ini Mas Ikhwan, kakakku..”, ujar Maria Nabeela memperkenalkan kakaknya kepada Aisyah.

“ Ooo..ana kira pacarmu ”, balas Aisyah. “ Ahlan, Aisyah temannya Maria Nabeela “, sapanya memperkenalkan diri pada Mas Ikhwan. Lalu dia menyodorkan tangannya mengajak berjabat tangan pada Mas Ikhwan.

“ Maaf….ana tidak biasa berjabat tangan dengan wanita ”, kata Mas Ikhwan menolak ajakan Aisyah.

“ Aisy…..kakakku ini seorang mahasiswa pasca sarjana di Fakultas Syariah Universitas Imam Auza`i. Dia juga baru saja menyelesaikan tahfidz Al Qur`an-nya di Syaikh Kuroyim Rojih. Dan memang, sangat anti berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom - nya. Ana harap, enti ma`lum “, kata Maria Nabeela menjelaskan keengganan kakaknya berjabat tangan dengan Aisyah.

“ Oh maaf….ana asyiif…”, balas Aisyah.

“ Aisy…ngomong-ngomong masalah apa yang ingin enti ceritakan…kayaknya enti tegang banget ”, tanya Maria Nabeela.

“ Ana ingin cerita tentang mimpi ana tadi malam “, jawab Aisyah.

“ Mimpi..? memangnya enti mimpi apa ?”, desak Maria Nabeela bercampur heran.

“ Ana mimpi masuk neraka…”, balas Aisyah dengan wajah muram.

“ Mimpi masuk neraka….? Ceritanya bagaimana ? Coba ceritakan, mumpung ada Mas Ikhwan, mungkin bisa membantu ”, desak Maria Nabeela lagi.

“ Ceritanya lumayan panjang …”, ujar Aisyah.

“ Oh maaf, kalau ana boleh usul…bagaimana kalau mimpi enti di ceritakan di rumah kami saja, mungkin di sana enti bisa lebih tenang, apalagi kondisi dan pemandangan di sekitar sini kayaknya kurang strategis ”, sela Mas Ikhwan sambil melirik ke adiknya. Maria Nabeela mengerti apa yang di kehendaki kakaknya. Dia mafhum.

“ Iya Aisy..ceritakan saja di rumah kami, insya Allah ana dan Mas Ikhwan bisa membantu “, tambah Maria Nabeela.

“ Oke..kalau begitu ayo berangkat ke rumahmu “, balas Aisyah.

Akhirnya ketiganya bergegas meluncur ke Ruknuddin tempat tinggalnya Maria Nabeela bersama kakaknya. Mas Ikhwan sengaja meminta Aisyah menceritakan mimpinya di rumahnya bukan hanya sekedar basa-basi, tetapi strategi dia agar secepatnya bisa meninggalkan taman kampus yang banyak di penuhi mahasiswi mutabarrijat. Bagi sosok sholeh seperti Mas Ikhwan, pemandangan tentang mahasiswi mutabarrijat sangat tidak baik buat kesehatan mata dan sangat rentan mengotori hati. Hal itu sangat di fahami Maria Nabeela, sehingga dia pun menyetujui keinginan kakaknya dan mengajak Aisyah untuk bercerita di rumahnya saja.

Sesampainya di rumah Maria Nabeela, Aisyah langsung menceritakan mimpinya. Wajahnya tampak bersedih, pelupuk matanya mulai berkaca-kaca. Perlahan, dua tiga tetes airmatanya mengalir di pipinya yang semu kemerahan.

“ Sepertinya mimpi ana ini erat hubungannya dengan ketidakpercayaan ana dengan eksistensi neraka. Kemaren sore, ana menghadiri muhadloroh Dirosat Qur`aniyah-nya DR. Hindun Sahlul. Dalam muhadloroh-nya, dosen kita itu menyinggung tentang hijab dan kewajiban memakainya bagi wanita muslimah. Lalu beliau menyitir ayat ke 59 dari Surah Al Ahzab yang dengan tegas menjelaskan wajibnya mengenakan busana muslimah plus jilbab. Ana yang tidak mempercayai adanya neraka, mendengar penjelasannya jengkel sekali, sebab menurut ana, syariat hijab adalah doktrin kuno yang sudah usang dan basi. Lagian, Islam sangat tidak adil mewajibkan hijab buat wanita, apalagi dengan alasan menghormati dan menjaga keselamatan kaum wanita. Dalam kondisi musim panas seperti sekarang, kalau Islam mensyariatkan hijab, tentu tak terbayangkan bagaimana tersiksanya ana mengenakan jilbab. Pasti sumuk dan gerah sekali. Jadi menurut ana, Islam bukannya menghormati kaum wanita, tetapi malah menyiksa dan membuat menderita kaum wanita “, sesaat Aisyah berhenti bercerita, dia sesenggukan. Maria Nabeela mengelus kepalanya agar bisa sedikit tenang. Lalu Aisyah melanjutkan ceritanya sampai selesai. Setelah selesai mengisahkan mimpi ngerinya, dia tidak lagi mampu menahan tangisnya. Serta merta dia menjatuhkan dirinya ke pelukan Maria Nabeela yang duduk di sampingnya, sambil tetap menangis sesenggukkan.

“Ana takut sekali Maria. Ana takut sekali…..apa dosa ana …apa benar karena ana meremehkan keberadaan neraka ? Apa karena ana tidak mengindahkan syariat jilbab dan tidak mengenakannya, sehingga ana terancam masuk neraka ? Tolonglah ana Maria ”, adu Aisyah ke Maria Nabeela sambil tetap sesenggukkan.

Maria Nabeela masih membisu, namun tangannya memeluk erat sahabatnya itu. Dalam hatinya dia seperti menemukan jawaban mengapa hari ini penampilan Aisyah berbeda dari hari-hari biasanya. Sepanjang persahabatannya dengan Aisyah, belum pernah dia melihat Aisyah mengenakan busana sopan dan longgar, tetapi selalu berpakaian seksi dan memancing perhatian orang. Tapi hari ini penampilannya berubah. Apakah karena mimpi itu yang menyebabkan Aisyah merubah penampilannya. Maria Nabeela belum yakin itu jawabannya.

“ Kata ibu ana …”, lanjut Aisyah. “ Mimpi tetaplah mimpi, dan hanya merupakan bunga tidur, serta tidak perlu di ambil pusing. Sebab tidak ada hubungannya dengan alam nyata, namun ana tidak bisa menganggapnya hanya sekedar mimpi, mimpi ana itu seperti mengisyaratkan masa depan ana, bahagia atau tidaknya ana nanti”.

“ Aisy..”, kata Maria Nabeela sambil mengelus bahu Aisyah. “ Komentar ibumu memang benar, bahwa mimpi tetaplah mimpi, dan hanya merupakan bunga tidur, tapi kerisauan enti bahwa mimpi enti adalah isyarat masa depan enti sepertinya juga tidak salah. Yang jelas, sebaiknya enti bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari mimpi enti “, lanjutnya lagi.

“ Iya, benar sekali kata Maria itu, Ukhtiy Aisyah “, ujar Mas Ikhwan. “ Sebaiknya enti bisa mengambil hikmah dari mimpi enti, terlepas apakah mimpi enti adalah mimpi benar atau hanya sekedar bunga tidur. Sungguh, tidak seharusnya enti meragukan eksistensi neraka, sebab sebagai muslimah yang baik, enti pasti pernah membaca Al Qur`an. Banyak sekali ayat yang membicarakan tentang neraka, di samping juga banyak menuturkan perihal surga dan kebahagiaannya. Sehubungan dengan apa yang enti lihat dalam mimpi enti bahwa diantara golongan manusia yang di siksa, ada sekelompok wanita yang sedang di bakar kepalanya, menurut ana, mereka adalah para wanita mutabarrijat yang tidak pernah mengindahkan syariat hijab. Rasulullah SAW dalam sebuah hadits pernah bersabda:

“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” .

Lebih lanjut, para ulama mengkaji hadits tersebut tentang siapa yang di maksud dalam hadits ini. Mereka menyimpulkan bahwa dua golongan penghuni neraka itu adalah:

Pertama, Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain. Ini merupakan perumpamaan dari para pemimpin diktator dan para pembantunya yang dengan sadis dan kejam, menyengsarakan dan menzhalimi rakyatnya.

Kedua, wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Menurut Imam Nawawi “ Berpakaian tetapi telanjang “ memiliki beberapa makna, baik secara majazi maupun hakiki. Pertama : Berpakaian dalam arti mendapat anugerah nikmat dari Allah, tetapi telanjang dari syukur kepada-Nya. Kedua : Berpakaian, yakni terbungkus dengan pakaian, tetapi telanjang dari perbuatan baik dan perhatian terhadap kehidupan akhirat serta tidak berbuat taat. Ketiga : Mengenakan pakaian tetapi tampak sebagian anggota badannya agar tampak kecantikannya. Mereka itu berpakaian tetapi telanjang. Keempat : Mengenakan pakaian transparan yang masih memperlihatkan warna kulitnya dan bentuk tubuhnya. Mereka ini berpakaian tetapi telanjang.

Keduanya akan masuk ke dalam neraka, sama sekali tidak akan masuk neraka, bahkan tidak akan mencium aroma lezat dan wanginya sorga, meskipun sesungguhnya aroma wanginya sorga telah tercium beribu tahun perjalanan. Artinya, jika aroma sorga itu ada di suatu tempat yang jarak perjalanannya menuju tempat itu, membutuhkan beribu-ribu tahun, maka dalam tempo beribu tahun itu, aroma lesatnya sorga telah tercium. Namun, dua kelompok yang di tuturkan Rasulullah dalam hadits tadi, tidak akan pernah mencium bau surga sedikitpun ”, jelas Mas Ikhwan panjang lebar.

Mendengar penjelasan Mas Ikhwan, tangisan Aisyah mulai mereda. Dia mulai merasakan betapa masih banyak sosok sholeh yang mau memperhatikan dirinya. Penjelasan Mas Ikhwan menyentuh relung hatinya yang sangat dalam.

“ Lalu, apakah ana termasuk dari wanita yang di singgung Rasulullah dalam hadits yang…yang Mas Ikhwan tuturkan tadi ? “, tanya Aisyah pada Mas Ikhwan. Kedua matanya memandang Maria Nabeela, meskipun pertanyaannya di tujukan kepada Mas ikhwan. Dia tidak sangggup menatap mata dan wajah Mas ikhwan yang bening dan teduh. Dia juga ragu untuk memanggil antara ente, antum atau Mas Ikhwan, takut dia tersinggung.

“ Enti bisa menilai diri enti sendiri. Enti termasuk orang yang beruntung sebab mimpi yang enti alami barangkali merupakan “ elusan tangan “ kasih sayang Allah kepada enti, agar enti segera sadar “, balas Mas Ikhwan.

“ Terus, apa yang perlu ana perbuat sekarang ? “, tanya Aisyah lagi. Pandangannya tetap ke Maria Nabeela. Tetap tidak sanggup menatap Mas Ikhwan.

“ Jika enti menginginkan ketenangan dan ketenteraman bathin, sebaiknya enti segera merubah pemikiran bahwa syariat hijab adalah doktrin kuno yang sudah basi, lalu menggantinya dengan keyakinan bahwa syariat hijab adalah ajaran Islam yang suci, yang tujuannya menjaga keselamatan kaum wanita. Lalu, setelah itu, berbusanalah yang sesuai tuntunan agama. Berhijab dan mengenakan jilbab...”, jawab Mas Ikhwan.

“ Aduh Maria….mengapa tidak sejak dulu ana mengikuti nasehatmu…mungkin….”, ujar Aisyah. Belum sempat Aisyah menyempurnakan kata-katanya, Maria Nabeela memotongnya.

“ Aisy…sudahlah..yang penting sekarang enti sudah sadar, dan belum terlambat kok…sejak sekarang bertekadlah untuk menutup kehormatanmu serapi mungkin…berbusanalah yang sesuai dengan tuntunan agama dan pakailah jilbab, seperti kata Mas Ikhwan tadi..”.

“ Percayalah Ukhtiy Aisyah, seorang muslimah kalau pakai jilbab, terus busananya sopan dan longgar, apalagi mau pakai cadar, pasti tambah anggun dan tambah wibawa, daaan…..”, ujar Mas ikhwan. Dia sengaja tidak meneruskan kata-katanya, tapi matanya melirik ke Maria Nabeela. Maksudnya agar adiknya yang melanjutkan kata-katanya itu. Maria Nabeela faham maksud kakaknya.

“ Daan tambah cantik, tambah jelita, tambah ayu dan tambah banyak yang tertarik dan terpesona“.

“ Iya benar…buktinya lihat Maria…cantik kaan…?”, kata Mas Ikhwan.

Aisyah tidak menjawab. Dia tersenyum dan tersipu malu mendengar celoteh kakak beradik itu. Hatinya kini benar-benar bahagia dan bertekad untuk meninggalkan kebiasaan lama mengenakan busana yang serba seksi dan memancing perhatian orang, lalu menggantinya dengan busana muslimah plus jilbabnya.
“ Maria dan Akhiy Ikhwan…terimakasih ya telah menyadarkan ana. Sejak hari ini ana akan mengenakan busana muslimah yang sesuai dengan tuntunan agama. Ana juga akan berjilbab agar kepalaku nanti tidak di bakar seperti dalam mimpiku, tapiii…”, kata Aisyah ragu. Dia ingin mengatakan sesuatu , namun tidak sanggup meneruskannya. Maria Nabeela mafhum apa yang di inginkan sahabatnya. Lalu dia menarik tangan Aisyah ke kamarnya, di tunjukkannya beberapa model dan gaya jilbab miliknya.
“ Sebagai rasa syukur enti telah sadar pentingnya berjilbab, ana akan hadiahkan salah satu jilbab ana….silakan enti pilih…..yang warnanya biru, pink, merah..hitam..putih…terserah enti mau pilih yang mana “, kata Maria Nabeela.
“ Maria....enti baik sekali…tapi kayaknya ana mau pinjam saja deh….sebab sejak sekarang ana ingin berjilbab…besok insya Allah ana kembalikan “, balas Aisyah.
“ Terserahlah…”, gumam Maria Nabeela pasrah sambil mengulum senyum di bibirnya.
“ Maria…”, seru Aisyah sambil memeluk erat sahabatnya itu.
Beberapa saat kemudian, setelah mengenakan jilbab pinjaman dari Maria Nabeela, Aisyah berpamitan pulang. Dia ingin pulang sendiri ke rumahnya di Baromkeh, namun Mas Ikhwan dan Maria Nabeela tidak mengizinkannya dan bersikeras akan mengantarkannya. Mereka bilang, atas dasar rasa ukhuwah, mereka bertanggungjawab mengantarkannya pulang, apalagi sebagai muslimah, akan sangat tidak baik Aisyah pulang sendirian. Aisyah terpaksa menuruti keinginan mereka. Sesampainya mereka di rumah Aisyah, Aisyah mengajak mereka istirahat barang sejenak di rumahnya, namun mereka menolak. Alasannya, Mas Ikhwan ada jadwal talaqqi qiroah sab`ah nanti malam ke Syaikh Quroyim Rojih di Jami` Zainal Abidin. Untuk kedua kali, Aisyah tidak berdaya memaksa mereka. Lalu, keduanya kembali ke Ruknuddin.
Keesokan harinya dan selanjutnya, ketika dawam atau ke mana saja, Aisyah tidak lagi mengenakan busana yang memancing perhatian orang. Semua pakaian yang serba seksi di buangnya, atau paling tidak, di “museum “ kan ke dalam lemari sebagai bahan nostalgia. Busana tabarruj-nya di tinggalkan dan kini berbusana muslimah plus jilbabnya. Kekhawatirannya bahwa berbusana muslimah dan berjilbab akan sangat menyusahkannya, khususnya di musim panas akan membuatnya sangat sumuk dan gerah, ternyata tidak terbukti. Nyatanya dia tidak merasakan rasa sumuk yang di takutkannya. Malah Aisyah benar-benar menikmati indahnya berbusana muslimah dan mengenakan jilbab. Hal itulah yang membuat beberapa temannya heran dan penasaran. Namun Aisyah tidak ambil pusing dengan kepenasaran mereka. Tidak penting.
Menyadari perubahan dirinya, dia merasa berhutang budi pada Maria Nabeela yang telah banyak membantu dan menuntunnya dengan sabar untuk kembali menemukan keindahan ajaran Islam. Terlebih pada kakak Maria Nabeela, Mas Ikhwan. Aisyah sangat menghormatinya. Menurutnya, Mas Ikhwan sangat baik, sholeh, multazim biddin, wawasannya tentang Islam luas, tulus dan ikhlas, amanah, punya tanggungjawab, hafal Al Qur`an dan penyayang. Dia menyadari bahwa sesungguhnya dia mengagumi Mas Ikhwan kakak sahabatnya itu. Bahkan hati kecilnya tidak berdaya membohongi diri bahwa dia telah jatuh hati kepadanya. Tetapi mungkinkah Mas Ikhwan berkenan ? Aisyah tidak berdaya mengetahui jawabannya, namun hati nuraninya tidak pernah berhenti berharap dan berdoa kiranya suatu saat nanti dia berjodoh dengan Mas Ikhwan, atau dengan yang memiliki kepribadian seperti dia. “ Ya Allah..perkenankan permohonan dan impianku”, munajatnya pada suatu kesempatan.
Selesai.
*** Penulis adalah seorang pengembara kehidupan yang haus ilmu, yang selalu berusaha menebar da`wah lewat cinta robbani. Sekarang tercatat sebagai Mahasiswa Fakultas Sastera Arab Tingkat II Universitas Damaskus.

Catatan :
1. Negeri Syam : Sebutan untuk Syria dan sekitarnya.
2. Sumuk ( bahasa jawa ) : Kepanasan.
3. Dirosat Qur`aniyah : Salah satu mata kuliah ( madah ) di Fakultas Sastera Arab.
4. Dawam : Mengikuti pertemuan penyampaian materi oleh dosen.
5. Mudarroj Tsamin : Salah satu gedung kuliah di kampus Fakultas Sastera Arab, bentuknya di buat bertangga-tangga persis gedung Stora ( Stadiun Olahraga ). Karenanya di sebut Mudarroj ( yang bertangga-tangga ). Tsamin artinya yang ke delapan.
6. Mukhadloroh : Pertemuan penyampaian materi oleh dosen.
7. Kota Aleppo : Salah satu kota di Syria, merupakan kota terbesar ke dua setelah Kota Damascus.
8. Servis : sebutan untuk mobil angkot di Syria.
9. Mutabarrijaat : Gadis yang suka pamer keindahan tubuhnya dengan berpakaian seksi.
10. DR. Hindun Sahlul : salah satu dosen mata kuliah Dirosat Qur`aniyah di Fakultas Sastera Arab Universitas Damascus.
11. Syu bek Habibtiy ( bahasa amiyah Syria ) : Ada apa denganmu Sayang ?
12. Bukit Qoshiyun : Salah satu bukit di Kota Damascus. Sebuah bukit yang masyhur dan penuh berkah, di atas puncaknya ada makam 40 wali ( wali arbain), ada makam Ibnu Malik penulis nazhom Al Fiyah, ada makan Syaikh Muhyiddin yang biasa di kenal Ibnu Arobiy. Di lereng bukit ini pula, mayoritas mahasiswa khususnya yang berasal dari Asia Tenggara bermukim. Dan di kaki bukit ini pula, terdapat Mujamma` Syaikh Kaftaroo, salah satu Universitas Islam di Kota Damascus.
13. Syaikh Kuroyim Rojih : Syaikhul Qurro` ( Guru dari para guru ahli Quran dan para hafidz ) di Kota Damascus.
14. Hadiqoh : Taman
15. Maa liisy ( bahasa arab amiyah Syria ) : Nggak apa-apa kan ?
16. Ma`assalamah : Selamat tinggal
17. Toko Aydi : Sebuah toko alat-alat tulis yang melayani keperluan mahasiswa Fakultas Sastera Arab.
18. Mudarroj Wahid : Salah satu gedung kuliah di kampus Fakultas Sastera Arab.
19. Jami` Zainal Abidin : Salah satu masjid di Kota Damascus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar