Kamis, 05 Juni 2008

Jaga Stabilitas Fitrah

Oleh : Mas Arifin Salamun

Potensi fitrah manusia yang bersemayam di hati sanubari mereka, pada dasarnya selalu mencintai dan menyenangi kebenaran, kebaikan dan kesalehan. Potensi ini akan mampu menguasai kerajaan hati apabila manusia mampu memupuk dan menumbuhkembangkan potensi tersebut dalam kehidupannya.

Namun memupuk dan menumbuhkembangkan potensi fitrah untuk selalu mencintai dan menyenangi kebenaran dan kesalehan, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan, sebab seiring dengan eksistensi fitrah dalam diri manusia ada kekuatan lain yang juga sangat dominan dalam menyetir dan mengarahkan kehidupan. Kekuatan ini menurut bahasa Al-Qur`an di sebut dengan “Hawa nafsu.” Sangat berbeda dengan fitrah berikut potensinya, Hawa Nafsu lebih memilih bersikap oposisi terhadap fitrah. Apabila fitrah berpotensi untuk mencintai dan menyenangi kebenaran dan kesalehan, maka hawa nafsu lebih cenderung untuk berbuat maksiat dan kemungkaran. Kalau fitrah santapannya adalah ibadah dan amal sholeh, maka hawa nafsu makanan empuknya adalah sebaliknya, yaitu keengganan untuk melakukan ibadah dan amal sholeh, bahkan bermalas-malasan menyongsongnya.

Tetapi eksistensi hawa nafsu dalam diri manusia dipandang sangat perlu, sebab dengan keberadaannyalah kehidupana manusia menjadi penuh gairah dan tidak monoton, serta mengantarkan manusia menjadi sosok yang multiaktivitas. Dengan wasilah hawa nafsunya, manusia mampu menciptakan peradaban dan kebudayaan, serta membangun alam ini menjadi penuh warna-warni. Tentu akan menjadi mushibah yang sangat besar kalau dunia ini tidak mengenal peradaban dan kebudayaan, karena manusia yang telah diprogram Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi tidak dibekali dengan kekuatan yang dinamakan hawa nafsu. Kehidupan akan menjadi pasif, lesu, loyo dan tiadak bergairah.

Disinilah yang kemudian menjadi jurang pemisah antara kehidupan manusia dengan kehidupan malaikat. Lihatlah kehidupan mereka yang sangat monoton. Mereka adalah sosok-sosok suci yang tunggal aktivitas. Amaliyah sehari-hari mereka hanya satu yaitu apa yang menjadi instruksi dan perintah Allah. Mereka yang mendapat mandat untuk sujud, maka aktivitasnya sampai hari kiamat adalah sujud. Demikian pula yang memperoleh instruksi menjadi distributor rizki, yang menjadi interrogator di alam qubur, yang menjadi sekretaris pribadi setiap manusia untuk mencatat amal-amal mereka, yang manjadi pengawas dan pengawal setiap manusia, dan lain sebagainya, semua hanya berbuat apa yang telah menjadi tugas dan job masing-masing. Jika manusia yang di program sebagai khalifah fi al-ardl sekaligus memakmurkannya tak dibekali dengan hawa nafsu sebagaimana yang terjadi pada para malaikat, maka kehidupannya akan persis seperti kehidupan makhluq-makhluq suci tersebut. Dunia tidak akan mengenal peradaban dan kebudayaan. Tidak akan ada gedung-gedung tinggi pencakar langit, bom atom, nuklir, tidak mengenal asimilasi antar jenis dan perkawinan, tidak akan ada pengembangan ilmu, sains dan teknologi, dan berbagai kemajuan lainnya yang justeru di pacu oleh keberadaan hawa nafsu pada diri manusia.

Demikianlah hawa nafsu telah menjadikan manusia mampu berkarya dan berkreasi sehingga di dunia ini lahir peradaban dan kebudayaan di segala bidang kehidupannya. Namun Hawa nafsu tetaplah hawa nafsu. Biarpun hawa nafsu telah mampu mengajak manusia untuk berkreasi dan berkarya, tetapi eksistensinya bisa menjadi sumber malapetaka apabila manusia tak mampu menyetir dan mendayagunakannya untuk kemaslahatan hidup. Hal ini tentu berangkat dari kecenderungan hawa nafsu yang lebih demen berbuat dosa dan kemungkaran, sehingga pendayagunaannya yang berlebihan, brutal dan liar, justru menjadi bumerang kenistaan dan kehinaan bagi manusia.

Pendayagunaan hawa nafsu yang berlebihan dan overdosis tidak hanya bertentangan dengan fitrah manusia yang lebih berpotensi kepada kebaikan dan kesalehan, tetapi mampu memporakporandakan tatanan dan stabilitas fitrah itu sendiri. Realitas membuktikan hal ini. Maraknya kasus pencurian, perampokan, pencopetan, pembunuhan, adalah bukti pendayagunaan hawa nafsu yang lepas kontrol. Demikian pula dengan kasus pemerkosaan, pelecehan seksual, prostitusi, aborsi, dan berbagai tindak pidana lainnya termasuk kredit macet, korupsi, kolusi dan nepotisme adalah contoh-contoh dari sekian banyak pekerjaan hawa nafsu tanpa terkendali.

Menurut para ahli, hawa nafsu yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia terbagi dua, yaitu Hawa nafsu perut dan Hawa nafsu Bawah Perut. Hawa nafsu Perut adalah kecenderungan terhadap materi dan kekayaan berikut semua hal yang mengantarkan kepada kemegahan hidup termasuk kecenderungan untuk rebutan jatah kursi. Dinamakan hawa nafsu perut karena puncak dan terminal akhir kecenderungan hawa nafsu jenis ini adalah demi puas dan kenyangnya kampung tengah (perut). Sedangkan Hawa nafsu Bawah perut adalah kecenderungan libido seksual, penyaluran kebutuhan biologis dan semua yang beraroma dan berbau esek-esek. Hawa nafsu jenis kedua ini adalah hawa nafsu yang konon tumbuh dalam diri manusia sejak usia mbrangkang dan akan terus berkembang sampai usia mbungkuk. Artinya, sejak manusia menatap dunia ini sesaat ia lahir sampai usinnya mencapai tingkat manula.

Kedua jenis hawa nafsu di atas berikut kecenderungannya memiliki pengaruh yang luar biasa dalam kehidupan manusia bahkan acapkali menggoncang stabilitas fitrah dan tatanan iman dan aqidah. Realitas yang kita tuturkan di atas adalah sedikit dari sekian banyak bukti dan contoh dari pengruh luar biasa dari hawa nafsu dalam menggoncang stabilitas dan keamanan fitrah.

Sebenarnya hawa nafsu tak sendiri dalam upaya makar dan menggelincirkan manusia ke jurang kenistaan. Dia punya teman, bolo plek, dan sahabat seiring jalan yang memiliki SIM (Surat Izin Menggoda), dan di lengkapi dengan visa dan paspor layaknya bisnisman yang berbisnis lintas negara. Lebih kerennya lagi, bolo plek hawa nafsu ini adalah tenaga-tenaga ahli dan berpengalaman, terlatih dengan berbagai strategi menghadapi lawan layaknya tentara, sehingga karenanya memiliki kemapuan luar biasa dalam merealisasikan rencana makar terhadap semua jenis dan tipe manusia. Barisannya rapi dan terorganisir, sangat displin dan patuh pada pimpinan serta bekerja sesuai job dan tugas masing-masing. Mereka pun sangat kompak dan sportif dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab. Sang pimpinan pun sangat arif dalam memilih dan memilah prajurit untuk ditugaskan ke medan perang. Untuk kelancaran program kesesatan dan kemungkaran terhadap barisan para nabi dan rasul, sang jenderal telah memilih dan pasukan khusus untuk menggoda dan menggelincirkan mereka. Pasukan ini tentu terdiri dari personil berpengalaman dan terlatih serta telah di bekali oleh sang jenderal dengan daya kesaktian dan linuwih sehingga diperkirakan mampu menaklukkan para nabi atau paling tidak mengimbangi pertahanan dan kemumpunian mereka.

Lalu untuk barisan para auliya` dan sosok-sosok terpilih, telah di pilih pula barisan antek-antek yang siap tempur serta memiliki keseimbangan kedigdayaan dengan para auliya`. Demikian pula barisan para kyai, baik kyai senior ( Kyai sepuh) maupun kyai junior ( kyai amatiran), juga barisan para santri, baik yang salaf maupun yang khalaf, baik yang radikal maupun yang liberal, serta semua barisan manusia telah dipersiapkan tenaga-tenaga ahli dan berpengalaman untuk mengelincirkan mereka sesuai dengan tingkatnya masing-masing. Termasuk pula barisan para pengemis, para gelandangan, para kere dan mereka yang hidup di bawah jembatan, ada personil-personil khusus yang siap mengobrak-abrik tatanan keimanan dan stabilitas fitrah. Hanya saja, petugas khusus yang dikirim untuk “pedekate” kepada para kere dan para pengemis cs adalah petugas yang selevel dengan mereka. Pakaiannya compang camping, kumal, penuh tambalan dan berbau tujuh warna. Dengan atribut seperti ini oknum ghaib tersebut mendekati para kere dan pengemis agar terus hanyut dalam kekereannya dan melanjutkan profesinya sebagai pengemis dan peminta-minta.

Siapakah bolo plek hawanafsu yang baru saja kita tuturkan tadi?
Tidak lain kecuali iblis dan syetan berikut keluarga besarnya yang telah resmi menjadi petugas resmi penjerumus manusia ke jurang kesesatan dan perongrong stabilitas fitrah sejak pembangkangannya terhadap instruksi Allah untuk sujud kepada Nabi Adam. Letak perbedaanya dengan hawa nafsu, kalau hawa nafsu merongrong stabilitas fitrah dari dalam diri manusia sendiri, sedangkan iblis, syetan dan keluarga besarnya, baik yang bergelar hantu, jerangkong, gerandong, mak lampir, papi lampir, nini pelet, kakek pelet, target operasinya adalah dari luar diri manusia. Dengan kata lain hawa nafsu dengan kedua jenisnya adalah musuh satu selimut, sedangkan iblis cs adalah musuh diluar selimut. Dari kerjasama yang baik dan hubungan bilateral yang harmonis antara hawa nafsu yang terus bergejolak dalam diri manusia dengan iblis cs yang terus ngiwi-ngiwi dari luar diri manusia membuahkan hasil yang luar biasa berupa luluhlantaknya stabilitas fitrah dan hancur ber “kecai-kecai” nya tatanan keimanan dan kesalehan.

Kalau memang demikian solidnya kerjasama hawa nafsu dengan patner nya iblis dan syetan cs, maka sangat pantas kalau Allah dan Rasulullah sangat wanti-wanti kepada kaum muslimin terhadap bahaya laten dari keduanya. Berulangkali Al-Qur`an mengemas pesan Allah menegaskan bahwa syetan dan iblis adalah musuh bebuyutan yang nyata, maka anggaplah musuh untuk selama-lamanya. Jangan sekali-kali membangun kedekatan dengannya dan hindari jalinan mesra dalam pelukannya. Jangan membuka kesempatan kepadanya sekecil apapun kesempatan itu. Berhati-hati dan waspadalah sebab iblis Cs akan menggunakan kesempatan dalam kesempitan sekalipun dengan membisikkan kesesatan dan kemungkaran dihiasi dengan bunga-bunga warna-warni yang mempesona. Oleh karena itu, apa yang perlu di lakukan sebagai antisipasi serangan iblis Cs adalah membangun tembok tebal dan mengkontruksi dinding pemisah yang tangguh sehingga ia dan teman-temannya benar-benar talaq tiga dengan kehidupan kita. Kalau kontruksi dinding pemisah dan tembok tebal dengan musuh bebuyutan manusia ini benar-benar telah terbangun, maka stabilitas fitrah akan aman terkendali.

Demikian pula dengan bahaya yang timbul dari hawa nafsu, Rasulullah mengingatkan kaum muslimin akan bahayanya dengan menabuh genderang permusuhan dan peperangan dengannya. Tatkala usai meraih kemenangan dalam perang Badar dan dalam perjalanan pulang, beliau bersabda kepada para sahabat :” Kita sedang meninggalkan sebuah peperangan yang kecil dengan kemenangan, namun kita sedang menyongsong sebuah peperangan yang besar dan luar biasa”. Para sahabat mengajukan pertanyaan :”peperangan apa itu ya Rasulullah?”. Beliau menjawab : “ Peperangan melawan hawa nafsu”.

Perang Badar yang telah mengantarkan para tokoh-tokoh pilihan dari kalangan sahabat meraih derajat syahid dan telah menewaskan para tokoh kuffar wal musyrikin, oleh Rasulullah masih di anggap peperangan kecil. Menurut beliau, peperangan melawan hawa nafsulah peperangan yang lebih dahsyat dan luar biasa.

Apa yang dikehendaki Rasulullah dengan pesannya tentang bahayanya hawa nafsu adalah agar kita senantiasa mengadakan antisipasi agar pendayagunaannya dalam kehidupan tidak lepas kontrol dan overdosis. Tatkala ada keengganan beribadah, beramal, belajar dengan tekun, bangun malam untuk munajat dan tahajjud, menghadiri sholat jama`ah dll, maka adakan antisipasi dengan memaksanya untuk mau melakukannya. Sebaliknya tatkala ia mengajak berbuat maksiat dan kemungkaran, berusahalah melawannya dengan memohon pertolongan Allah. Kuncinya adalah selalu bertaqwa. Dimana saja kita berada, kapan dan bagaimanapun kondisi kita selalu berhiaskan ketaqwaan, sehingga tak ada celah sedikitpun buat hawa nafsu menggelincirkan tatanan iman dan stabilitas fitrah.

Semoga Allah senantias memudahkan jalan buat kita untuk selalu menjaga dan mengamankan stabilitas fitrah dari rongrongan hawa nafsu, syetan dan berikut tentara-tentaranya…Amiin !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar