Selasa, 27 September 2016

Antara Hukum Jenggot Dan Ternyata Ahli Surga Tidak Ada Yang Berjenggot

Fhoto Illustrasi, di ambil dari pixabay.com
Setidaknya, ada 2 pendapat tentang Jenggot. Kelompok pertama, memelihara jenggot adalah sunnah nabi, berpahala jika di lakukan, sedangkan kumis sunnah di cukur atau dirapikan. Kelompok kedua, memelihara jenggot bukanlah sunnah, karena bukan sunnah, pelihara boleh, potong habis juga boleh”.

Kelompok pertama yang berpendapat, hukum memelihara jenggot adalah sunnah, adalah berdasarkan hadits-hadits nabi.  Ada banyak hadits yang menjelaskan hal ini. Salah satunya, “Selisihilah orang-orang musyrik. Peliharalah (jangan cukur) jenggot dan cukurlah kumis kalian.” Ada banyak lagi hadits yang maknanya serupa, yang jelas berdasarkan hadits-hadits ini kelompok pertama berpendapat hukum sunnah memelihara jenggot dan sunnah mencukur atau merapikan kumis…”.
Kelompok kedua berbeda pendapat, hukum memelihara jenggot adalah TIDAK sunnah. Dasar hukumnya sama, yaitu berdasarkan hadits-hadits nabi yang menjelaskan tentang sunnah memelihara jenggot”.

Bagi Kelompok pertama ketika memahami hadits nabi tentang memelihara jenggot, mereka cenderung taabbudi, pasif, menerima apa adanya, bagaimana teks hadits bunyinya, itu yang diamalkan. Karena Nabi memerintahkan untuk memelihara jenggot, maka memelihara jenggot menjadi sunnh hukumnya. Berbeda dengan kelompok kedua, mereka tidak memahami hadits apa adanya, mereka pelajari asbabul wurudnya, sehingga kemudian mereka bisa menemukan hukum sesungguhnya dari memelihara jenggot. Mereka juga mempelajarinya dari segi hadits tasyri’ atau ghoiru tasyri’. Hadits yang hanya menjelaskan kebiasaan Nabi tidaklah menimbulkan hukum . Memelihara Jenggot hanyalah kebiasaan Nabi, karenanya tidaklah menjadi sunnah hukumnya.

Terlepas dari perbedaan pendapat dua kelompok kaum muslimin tentang hukum jenggot, ada satu hal yang amat penting di ketahui bahwa Para Penghuni Surga ternyata tidak ada yang berjenggot. Hal ini tidak bermaksud menyerang kaum muslimin yang suka berjenggot dan menghukuminya sunnah, tetapi lebih kepada masalah memperkaya wawasan.  Jika kita kaya akan wawasan, maka kita tidak mudah menyalahkan orang lain dan merasa paling benar.

Dalam sebuah hadis yang derajatnya hadis hasan ghorib, di sebutkan dalam Kitab Sunan Imam At Tirmidzi, di ceritakan melalui riwayat Muadz Bin Jabal, bahwa Baginda Nabi bersabda : Ahli Surga akan masuk ke dalam surga dengan keadaan rambut pendek, tidak berjenggot, mereka memakai celak mata, sedang usia mereka 30 tahun atau 33 tahun.

Dalam hadis lain juga disebutkan bahwa Ahli Surga memiliki ketinggian seperti Nabi Adam, yaitu 60 hasta dengan ukuran orang besar, wajahnya tampan setampan Nabi Yusuf, seusia Nabi Isa, yaitu 33 tahun, lidahnya fasih sefasih Nabi Muhammad, mereka berambut pendek dan tidak berjenggot.

Semoga Allah memberkati kita semua. Amiin.

Referensi : Kitab Sunan Tirmidzi.

Video Youtube :

Minggu, 25 September 2016

Inilah Hukum Melihat Alat Vital Isteri Atau Suami

Memperlihatkan aurat kepada lawan jenis dibolehkan selama keduanya sudah sah menjadi suami-istri. Apabila belum menikah, baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan menutup aurat. Penutupan aurat ini bertujuan agar kehormatan manusia terjaga dan terlindungi dari gangguan tangan dan mata jahil.

Kendati dibolehkan melihat aurat istri ataupun suami, namun pertanyaannya apakah semua bagian tubuhnya boleh dilihat? Atau ada bagian-bagian tertentu yang tidak boleh dilihat, alat vital misalnya?

Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa Aisyah seumur hidup tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah SAW (HR Ibnu Majah). Hadits ini dijadikan dalil oleh sebagian orang untuk memakruhkan melihat kemaluan pasangan, meskipun sudah menikah. Karenanya, pasangan suami-istri pada saat berhubungan intim dianjurkan mematikan lampu atau menggunakan selimut agar satu sama lain tidak melihat alat vital pasangannya.

Namun pendapat ini dibantah oleh ulama yang membolehkan. Di antara alasannya, hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah ini masih diperdebatkan keabsahannya. Selain itu, terdapat hadits lain yang mengisyaratkan kebolehan melihat alat vital pasangan. Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni mengatakan sebagai berikut.

ويباح لكل واحد من الزوجين النظر إلى جميع بدن صاحبه ولمسه حتى الفرج لما روي بهز بن حكيم عن أبيه عن جده قال: قلت: يا يارسول الله، عوراتنا مانأتي منها وما نذر؟ فقال: احفظ عورتك إلا من زوجتك وما ملكت يمينك. رواه الترمذي وقال حديث حسن، ولأن الفرج يحل له الاستمتاع به، فجاز النظر إليه ولمسه، كبقية البدن.

Artinya, “Dibolehkan bagi pasangan suami-istri melihat dan menyentuh semua bagi tubuh pasangannya, termasuk alat vitalnya. Pendapat ini didasarkan pada riwayat Bahaz bin Hakim, bahwa kakeknya bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah SAW, mana aurat yang boleh kami buka dan mesti kami tutup?’ Rasul menjawab, ‘Tutup auratmu kecuali untuk istrimu dan budakmu.’ Menurut At-Tirmidzi, status kekuatan hadits ini adalah hasan. Mengapa diperbolehkan? Karena alat vital adalah tempat istimta’ (bersedap-sedapan) dan diperbolehkan melihat dan menyentuhnya, seperti anggota tubuh lainnya.”

Dalam Al-Qur’an, hubungan suami-istri ditamsilkan sebagai ladang garapan, (QS: Al-Baqarah 223). Berpijak pada keumuman ayat ini, gaya apapun diperbolehkan selama berhubungan intim selama tidak melalui dubur. Sebab itu, kebanyakan ulama memperbolehkan melihat alat vital suami atau istri bila memang dibutuhkan.

Seperti yang dikatakan Ibnu Qudamah, hukumnya disamakan dengan melihat anggota tubuh lainnya. Tidak hanya melihatnya yang diperbolehkan, tetapi juga menyentuhnya selagi ada hajat. Wallahu a’lam.

Sumber : Website NU Online

Video On Youtube :
Inilah Hukum Melihat Alat Vital Isteri Atau Suami - Menebar Hikmah Meraih Berkah

Jumat, 23 September 2016

Inilah 6 Karakter Wanita yang Tidak Baik Dijadikan Sebagai Istri


Melangsungkan pernikahan adalah solusi terbaik bagi dua insan yang di landa gelora cinta agar kehidupan keduanya menjadi lebih selamat dan berkah. Pernikahan adalah jalan terbaik untuk merealisasikan rasa cinta yang bergejolak dalam hati, lalu bersama-sama mencari kebahagiaan dan melestarikan keturunan. Setiap orang pastinya menginginkan pasangan hidup yang baik dan ideal, prilakunya, agamis, dan menyenangkan  hati.

Imam Al-Ghozali  dalam karangan fenomenalnya kitab Ihya Ulumuddin memberikan beberapa tips agar para pemuda tidak salah dalam memilih wanita, karena pilihan yang baik tentu akan membawa hasil yang baik pula. Menurut Imam Al Ghozali, ada enam Karakter Wanita yang Tidak Baik untuk Dijadikan Sebagai Istri.

Pertama : Al-Ananah. Yaitu wanita yang banyak mengeluh dan mengadu, selalu membalut kepalanya sebagai tanda sakit. Ini dilakukan untuk memberitahu kepada orang-orang bahwa dia merasa terbebani dengan tugasan hariannya  karena malas atau memang sifat bawaan yang dimilikinya. Wanita seperti ini bawaannya  suka mengeluh walaupun disebabkan perkara kecil. Wanita tersebut berpura-pura sakit supaya suaminya tidak membebaninya dengan tugas harian. Menikahi perempuan yang sengaja buat-buat sakit tidak ada faedah sama sekali.

Kedua, Al-Mananah yaitu wanita yang memberikan sesuatu kepada suaminya  tetapi suka mengungkit-ungkit pemberian tersebut. Seringkali saat berbicara dia selalu mengungkitnya, lebih-lebih lagi saat terjadi suatu masalah, dia selalu merasa bahwa pemberian suaminya tidak sebanding dengan apa yang telah diberikannya.

Ketiga, Al-Hananah, yaitu wanita yang suka merindui, mengungkit-ungkit dan mengingati bekas suami atau anaknya dari suaminya dulu. Wanita seperti ini tidak akan menghargai suaminya walaupun suaminya berusaha memuaskan segala kemauannya.

Ke Empat, Al-Haddaqah, yaitu wanita yang menginginkan apa saja yang dilihatnya saat berbelanja. Wanita dengan karakter seperti ini akan sangat boros sehingga membebankan dan memberatkan suaminya dalam segi finansial.

Kelima, Al-Baraqah. Al-Baroqoh mempunyai dua makna. Pertama, suka berhias sepanjang waktu dan melebihi  batas wajar, supaya wajahnya nampak lebih anggun dan mempersona. Kedua, perempuan yang tidak mau makan dalam keramaian, dan dia tidak akan makan kecuali jika sendirian, dia juga akan menyimpan bagian tertentu untuk dirinya sendiri.

Ke enam, Al-Syaddaqoh. Yaitu wanita yang banyak berbicara, melebihi kadar keperluan, suka membicarakan hal yang tidak penting. Suka mengumpat siapa saja bahkan suaminya sendiri. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad shollohu alaihi wasallam, bahawa Allah murka kepada wanita yang banyak bicara hal-hal yang tidak penting. 

Semoga Allah menjadikan kita lebih baik. 

Sumber : Ngaji Web Id 

Videonya di Youtube :


Inilah Sembilan Adab Menjadi Orang Kaya Menurut Imam Al-Ghazali

Kekayaan, betapapun kerasnya cara kita mendapatkannya, adalah anugerah Allah. Karena anugerah, ia harus diperlakukan sesuai dengan aturan-aturan Sang Pemberi Anugerah. Orang tak bisa seenaknya berbuat dengan hartanya meskipun ia mengklaim itu hasil jerih payahnya sendiri. Sebab, setiap yang dimiliki manusia terkandung tanggung jawab yang harus dipikul. Sikap etis dalam memiliki kekayaan termasuk dari implementasi tanggung jawab tersebut.

Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali menjelaskan etika menjadi orang kaya dalam salah satu risalahnya berjudul Al-Adabu fid Dîn, persisnya dalam fasal Âdâbul Ghanî (dalamMajmû‘ Rasâil al-Imâm al-Ghazâlî, Kairo: al-Maktabah at-Taufîqiyyah). Imam Al-Ghazali mengulas beberapa poin penting yang harus dilakukan oleh orang berpunya.

Pertama, selalu bersikap tawaduk (luzûmut tawadlu'). Kedua, menghapus sikap sombong (nafyut takabbur). Orang yang memiliki kelebihan, termasuk kelebihan harta benda, diharuskan untuk melestarikan sifat rendah hati, tidak angkuh, terhadap orang lain baik miskin maupun kaya seperti dirinya. Sifat ini bisa muncul jika si kaya menginsafi bahwa kekayaan hanyalah titipan atau sekadar amanat.

Ketiga, senantiasa bersyukur (dawâmusy syukr). Lawan dari syukur adalah kufur alias mengingkari kekayaan sebagai karunia yang sangat berharga. Kufur biasanya dipicu oleh sifat tamak, tak puas dengan apa yang sedang dimiliki. 

Keempat, terus bekerja untuk kebajikan (at-tawâshul ilâ a‘mâlil birr).Di antara modal orang kaya yang tak dimiliki orang miskin adalah kekuatan ekonomi. Karena itu hendaknya kekuatan ini dimanfaatkan untuk kemaslahatan orang lain, bukan dibiarkan menumpuk, bukan pula untuk kegiatan mubazir atau yang menimbulkan mudarat.

Kelima, menunjukkan air muka yang berseri-seri kepada orang fakir dan gemar mengunjunginya (al-basyâsyah bil faqîr wal iqbâl ‘alaihi). Sikap ini adalah bukti bahwa si kaya tak membedakan pergaulan berdasarkan status ekonomi seseorang. 

Keenam, menjawab salam kepada siapa saja (raddus salâm ‘alâ kulli ahadin). Orang kaya juga dituntut untuk membalas sapaan yang datang dari setiap orang, terlepas dari latar belakang keturunan, kekayaan, status sosial, profesi, dan lain-lain. Manusia memang diciptakan setara dan sama-sama mulia, dan demikianlah seharusnya tiap orang saling bersikap.

Ketujuh, menampakkan diri sebagai orang yang berkecukupan (idh-hârul kifâyah). Artinya, orang kaya tak sepatutnya bersikap memelas atau menunjukkan tanda-tanda sebagai orang yang butuh bantuan. Tentu ini berbeda dari sikap hidup sederhana, yang menjadi lawan dari berfoya-foya dan terlalu bermewah-mewahan.

Kedelapan, lembut dalam bertutur dan berperangai ramah (lathâfah al-kalimah wa thîbul muânasah). Artinya, tidak mentang-mentang kaya dan bisa melakukan banyak hal dengan kekuatan ekonominya, orang kaya lantas boleh berbuat apa saja, termasuk berkata kasar dan merendahkan orang lain.

Kesembilan, suka membantu untuk kepentingan-kepentingan yang positif (al-musâ‘adah ‘alal khairât). Contah dari sikap ini adalah bersedekah, membangun fasilitas umum, memberi bantuan modal usaha, menanggung biaya pendidikan orang miskin, dan lain-lain.

Sumber : Website NU


Videonya di Youtube :


 

Selasa, 05 Juli 2016

Kilas Balik Amaliyah Romadhon


Dengan menyebut nama Allah, marilah kita membuka hati untuk merenungkan kehidupan kita. Disela kesibukan duniawi yang tiada habisnya, yang hampir seluruh waktu dan tenaga kita habiskan untuk memikirkan kebahagiaan dunia, mari sejenak untuk memperhatikan lebih dalam kehidupan kita. Mari sejenak kita memikirkan kebahagiaan akhirat dan persiapan yang dibutuhkan untuk mendapatkannya. Kita tentu saja mendambakan kebahagiaan dunia, namun kita lebih mendambakan kebahagiaan akhirat. 

Jika kebahagiaan dunia kita perjuangkan dengan bekerja keras, guna meraih kecukupan harta sebagai salah satu syarat tercapainya kebagiaan dunia, maka untuk meraih kebahagiaan akhirat, perjuangan meraihnya membutuhkan kesungguhan hati. Perjuangan meraih kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat, tentunya harus berjalan seimbang. Jangan pula pincang sebelah, terseok seok sempoyongan, agar orang di sekeliling kita tidak memandang sebelah mata atau bahkan meremehkan kita. Dan tentu saja sangat aneh, jika ada diantara kaum muslimin, mendambakan kebahagiaan akhirat, namun sampai saat ini masih enggan pula melaksanakan perintah sholat, jika bulan Romadhon juga tak puasa, Zakat pun tak terbayar pula.

Bulan Romadhon sungguh telah berlalu, semoga semua ibadah kita di sepanjang Romadhon, di terima Allah sebagai bentuk ketaatan dan kelak mengantarkan kebahagiaan akhirat. Tak hanya ibadah puasa, ibadah lainnya pun semoga mendapatkan penilaian pengabdian kita kepada Allah. Romadhon, memang bulan ibadah. Jika kita tak mampu memaksimalkan ibadah di bulan-bulan lain, maka sepantasnyalah di bulan Romadhon kita puas-puaskan beribadah. Siangnya berpuasa, malamnya Sholat Teraweh dan Witir, ditambah sholat sunnah lainnya. Sholat 5 waktu rutin berjamaah, rajin pula bersedekah, sedang Al Quran menjadi teman dan sahabat di saat gundah, pelipur lara penenang hati, selama Romadhon mampu khatam berkali-kali. 

Pertanyaannya, hari ini kita berpisah dengan bulan Romadhon, sudah semaksimal apa ibadah kita selama Romadhon kemaren? Sholat jamaah apakah rutin? Baca Quran, sampai Romadhon berakhir, sampai khatamkah? Dzikir, ingat kepada Allah, baca istighfar, hamdalah, tasbih, takbir, apakah bibir kita masih tetap basah karena sibuk melazimkannya? Sedekah, apakah semangat untuk terus berbagi masih bergelora? Sholat traweh, hingga akhir Romadhon, sabarkah mengikutinya dengan jumlah 11 atau 23 rekaat, yang hari-hari biasa kita tak biasa melakukan sholat sunnah sebanyak itu. 

Berbagai pertanyaan ini, harus kita hunjamkan kedalam jiwa kita, tonjokkan ke relung hati kita, agar jika belum maksimal, hati dan jiwa bisa kembali bersemangat untuk meningkatkannya di lain waktu. Tentunya, tidak harus menunggu Romadhon tahun depan, saat ini kita bertekad untuk memperbaiki apa yang kurang dan mempertahankan apa sudah kita rutinkan selama Romadhon yang telah berlalu.

Beribadah di bulan Romadhon, memang persis seperti di medan perang, yang tidak hanya butuh kekuatan badan, tetapi juga butuh kekuatan jiwa keteguhan hati. Sungguh telah sering terjadi, di saat perang masih terus berkecamuk, sebagian kita masih terus berjuang, sebagian kita pula sudah mulai loyo dan kehabisan tenaga. Di awal Romadhon masih bersemangat, maka semakin jauh berjalan menghitung hari dari bulan Romadhon, hendaknya tetap bersemangat. Jika Awal Romadhon, Masjid penuh dengan jamaah, shof barisan sholat memanjang beberapa barisan, semakin dekat dengan lebaran, hanya tinggal sajadah yang berbaris rapi sementara kita sudah lemah dan kehilangan energi. Masjid mulai sepi, pasar semakin ramai, semua sibuk persiapan lebaran. 

Ah...Apakah ini yang telah terjadi? haruskah demikian tiap tahun?  Jika iya, pantaslah setelah Romadhon berlalu, kesungguhan kita ibadah tak memberi bekas yang dalam ke relung hati kita. Naudzubillah. 

Romadhon sesungguhnya bulan berlatih, berlatih sungguh-sungguh dalam ibadah, yang dengan latihan yang sungguh-sungguh itu kelak setelah selesai latihan selama Romadhon, ada banyak oleh-oleh yang selalu kita abadikan untuk kita amalkan sepanjang masa dari seluruh bagian dari hidup kita. Selama Romadhon latihan berpuasa yang intinya mendidik jiwa agar memiliki simpati dan peduli pada kesulitan saudara kita, setelah romadhon berlalu, tetap dan makin bersinar jiwa kepeduliaannya pada sesama. Selama Romadhon, rutin sholat jamaah, setelah romadhon, jangan sampai pula kembali lengah. Baca Quran khatam berkali-kali, hendaknya tetap menjadi rutinitas harian sampai ajal menghampiri diri. Demikian pula ibadah lainnya, hendaknya tidak hanya menjadi ibadah musiman, yang hanya kita lakukan selama Romadhon, namun kembali lenyap setelah lebaran tiba. Jika demikian, kembali bertanya pada diri : Akan beginikah tiap tahun diri ini setelah Romadhon berlalu? Tiap tahun bertambah usia, bertambah pengalaman jiwa, hendaknya bertambah pula ketaatan kepada Sang Maha Pencipta. 

Akhirnya, semoga hati yang bening dan jernih mampu memahami dan meresapi, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan. Semoga kita telah sukses menjadikan Romadhon tahun ini sebagai bulan latihan ibadah sehingga setelah Romadhon berlalu, ibadah yang kita lakukan, kita mampu mengabadikannya di sepanjang hidup kita. Semoga kita semua di beri kekuatan lahir bathin untuk menjadi hambanya yang pandai berbakti. Amin ya Robbal alamin.

Senin, 19 Desember 2011

PENGARUH MAKANAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA

Telah menjadi sunnatullah dan hukum alam bahwa makan minum telah menjadi kebutuhan yang tak boleh tidak bagi setiap makhluk hidup. Tanpa makan minum, makhluk hidup tidak mungkin mengalami pertumbuhan. Setiap tumbuhan memerlukan makanan setiap hari agar bisa bertambah besar, semua jenis hewan juga sama, mereka butuh makanan, demikian juga manusia, makan dan minum telah menjadi bagian kehidupan mereka. Hanya saja, bagi masyarakat manusia, terutama manusia muslim, makan dan minum bukanlah segalanya, sebab hidup mereka bukanlah untuk makan dan minum. Bagi manusia, makan dan minum hanyalah sebuah syarat agar bisa melangsungkan kehidupan. Dan tujuan kehidupan mereka sesungguhnya adalah mengabdi dan menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Meskipun demikian, makan dan minum tetaplah menjadi sangat penting bagi kehidupan manusia, sebab pengabdian kepada Allah sebagai tujuan kehidupan setiap manusia muslim, tidak akan berjalan sempurna jika manusia tidak mengkonsumsi makanan. Allah sendiri telah menetapkan bahkan memerintahkan agar segenap manusia mengkonsumsi makanan agar kehidupan mereka terus berlanjut.

Hanya saja yang menjadi pertanyaan, makanan yang bagaimana yang harus di konsumsi manusia khususnya manusia muslim ? Allah dengan tegas menjelaskan bahwa makanan yang harus di konsumsi manusia adalah makanan yang halal, baik halal secara lahirnya maupun halal dari cara mendapatkannya. Mengapa harus makanan yang halal yang harus di konsumsi manusia ? Apakah pengaruhnya bagi kehidupan, bagi watak, karakter dan sikap, jika mengkonsumsi makanan yang tidak halal alias makanan yang haram ? Inilah yang akan kita coba bahas dalam kesempatan khutbah kali ini.

Pernahkah kita memikirkan tentang makanan yang kita konsumsi setiap hari ? Pernahkah kita mempertanyakan kepada diri kita sendiri tentang status kehalalan makanan yang kita makan ? Lalu, pernahkah kita mempertanyakan juga tentang sumber makanan yang kita dapatkan, bagaimana cara mendapatkannya, sudah halalkah caranya, atau malah bercampur dengan cara yang haram ? Sebagian kita bahkan mungkin tak pernah memikirkan halal haramnya makanan, barangkali halal lahirnya, tapi cara mendapatkannya seharusnya menjadi pemikiran kita, sebab jangan-jangan makanan yang kita makan tercampuri dengan hal yang haram. Barangkali sebagian besar kita menganggap makanan, halal atau tidak, hanyalah masalah sepele. Masalah kecil yang tak perlu dipikirkan. Sebab makanan yang halal atau haram, ujungnya juga sama, harus berakhir di tempat pembuangan. Namun, bagaimana reaksi kita jika kita mendengarkan penjelasan Rasulullah tentang bahayanya makanan haram jika kita konsumsi, tidak kah kita seperti terbetot dan tersentak untuk memikirkan status makanan yang kita makan ?
Rasulullah pernah bersabda :
                                                                                                    كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُخْطٍ فَالنَّارُ اَوْلَ يِهِ
Setiap daging dari tubuh manusia, yang tumbuh membesar dari benda dan asal yang haram, maka sungguh hanyalah nerakalah yang layak untuknya…

Allah SWT dengan tegas memperingatkan kita manusia agar memikirkan masalah makanan yang kita konsumsi.

                                                                                                           فَلْيَنْظُرِ الإنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ

Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.

Lalu Allah memberikan ketentuan makanan yang bagaimana yang harus di konsumsi manusia. Allah berfirman:

                                                                                  يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا

 Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.

Berdasarkan ayat tadi, Allah SWT membatasi manusia agar hanya mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik. Tidak hanya halal, tetapi juga baik dan cocok dengan kondisi tubuh. Sebab tidak semua makanan yang halal adalah baik bagi tubuh. Daging kambing misalnya, adalah contoh makanan yang halal, tetapi termasuk makanan yang tidak baik dan tak layak dikonsumsi bagi penderita penyakit darah tinggi. Jika penderita darah tinggi nekad mengkonsumsi daging yang memicu tensi darahnya, akan nampaklah betapa Allah sudah memperingatkan agar makan makanan yang halal lagi baik.  Semua jenis kacang-kacangan, adalah halal untuk dikonsumsi, tetapi sangat tidak baik dan tak boleh dimakan oleh penderita asam urat. Bagaimana kalau nekad makan kacang-kacangan? Akan timbul akibat semakin parahlah penyakit asam uratnya.

Lalu, tidak semua makanan yang tampaknya baik, yang tampaknya mengandung gizi yang cukup, adalah halal dikonsumsi. Bisa jadi zatnya mengandung protein dan gizi yang cukup, tetapi tidak halal di konsumsi. Barangkali memang termasuk makanan yang sesungguhnya halal di makan, serta baik dan cocok di konsumsi bagi tubuh, tetapi jika cara mendapatkannya dengan cara haram, dengan cara menipu, hasil dari riba, hasil melipatgandakan uang yang dilarang agama, hasil dari pencurian, maka hukumnya pun menjadi haram dan tak layak dikonsumsi.

Apa sih sesungguhnya pengaruhnya dalam kehidupan jika kita kaum muslimin mengkonsumsi makanan yang haram baik haram secara lahirnya maupun cara mendapatkannya ? Bahayakah bagi kehidupan dunia dan akhirat ?

Disetiap perintah Allah pasti tersimpan rahasia dan hikmah yang bermanfaat bagi kita, sebaliknya di setiap larangan, pasti ada bahaya dan hal yang tidak baik bagi kita. Allah perintahkan sholat, sebabnya sholat mengantarkan ketenangan hidup. Allah perintahkan puasa, sebab di dalam puasa ada teraphy kesehatan yang membuat tubuh tetap terjaga dari kerusakan. Allah wajibkan zakat, sebab di dalam zakat ada kebersamaan dan mengurangi kesenjangan sosial. Sebaliknya, Allah larang berjudi, sebab judi melahirkan kemiskinan dan permusuhan, Allah larang mencuri, sebab mencuri membuat susah orang lain, Allah haramkan riba, sebab di dalam riba ada unsur yang merugikan, baik bagi yang melakukan riba maupun yang menerima riba.

Demikian juga dalam masalah makanan. Makanan yang halal lagi baik, akan membuat tubuh menjadi sehat dan bersemangat dalam berkarya yang bermanfaat, membuat jiwa dan hati dipenuhi semangat beribadah kepada Allah. Terasa hidup penuh berkah. Sebaliknya makanan yang haram, baik haram lahirnya maupun haram cara mendapatkannya, akan membuat tubuh menjadi sakit dan terkontaminasi dengan virus-virus yang haram. Kalaupun ada makanan haram yang membuat tubuh menjadi sehat, tetap saja ada pengaruhnya bagi perkembangan jiwa dan hati kita. Jiwa dan hati kita akan menjadi malas berkarya, malas beribadah. Tubuhnya sehat, badannya kuat, tetapi akan terasa berat melakukan kebaikan.

Mari kita lihat lebih lanjut penjelasan Rasulullah dalam haditsnya tentang bahayanya memakan makanan haram. Di dalam hadits yang kita sebutkan tadi bahwa Rasulullah SAW memberikan warning betapa bahayanya mengkonsumsi makanan yang haram.Rasulullah bersabda :
                                                                                                   كُلُّ لَحْمٍ نَبَتَ مِنْ سُخْطٍ فَالنَّارُ اَوْلَ يِهِ

Setiap daging dari tubuh manusia, yang tumbuh membesar dari benda dan asal yang haram, maka sungguh hanyalah nerakalah yang layak untuknya.

Ya Allah ya Robb…Hanya neraka yang layak ditempati bagi setiap daging yang tumbuh membesar dari makanan yang haram, haram karena lahirnya, haram karena didapatkan dari cara yang diharamkan.

Al-Hafidz Ibnu Mardawaih meriwayatkan sebuah hadits yang berasal dari Ibnu Abbas bahwa ketika Rasulullah SAW membaca ayat:

 يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الأرْضِ حَلالا طَيِّبًا وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ 

 Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu. [Al-Baqarah : 168]


Lalu, Sa’ad bin Abu Waqqash berdiri kemudian berkata: “Ya Rasulullah, doakan aku agar aku senantiasa menjadi orang yang dikabulkan do’anya oleh Allah”. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai Sa’ad perbaikilah makananmu (makanlah yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan do’anya. Demi (Allah) Yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama empat puluh hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba maka neraka lebih layak baginya”.

Aduh ya Allah...mengkonsumsi makanan yang haram menyebabkan amal-amal sholeh yang kita lakukan tidak diterima selama 40 hari, hal ini jika sekali kita lakukan, andai tiap hari kita memakan makanan yang haram, maka selama-lamanya amal kita tak diterima Allah. Yang lebih ngeri jika sumber makanan yang kita makan adalah hasil riba, hasil menipu, maka neraka lebih layak menjadi tempat kita. Aduh ya Robb...irhamna ya Robb...

Dalam hadits lainnya yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah menyebutkan : Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima sesuatu kecuali yang baik." Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang beriman, seperti Dia perintahkan kepada para rasulNya dengan firmanNya,: "Wahai para Rasul, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan". Dan firmanNya: "Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik, dan bersyukurlah kamu kepada Allah, jika benar-benar hanya kepadaNya kamu menyembah." Kemudian Rasulullah menyebutkan seorang laki-laki yang menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut lagi berdebu. Orang tersebut menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdo'a: "Ya Tuhanku .. Ya Tuhanku .." Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, dan baju yang dipakainya dari hasil yang haram. Maka bagaimana mungkin do'anya akan dikabulkan?" (HR. Muslim, shahih).

Aduh ya Robb...Makanan haram menyebabkan doa tidak diterima, tidak di ijabah, tidak dikabulkan Allah SWT...

Yang semakin membuat semakin sesak di dada adalah bahwa makanan yang kita makan sangat besar pengaruhnya pada watak dan prilaku kita. Ilmu kedokteran menjelaskan bahwa di dalam tubuh kita ada ion-ion positif. Ion positif hanya mau berinteraksi dengan ion positif pula. Satu contoh, jika suatu saat kita melakukan kesalahan, jika kita memiliki iman, akan muncul di dalam jiwa kita rasa bersalah. Ini menandakan ion positif dalam tubuh kita sesungguhnya menolak ikut berpartisipasi dalam berbuat kesalahan. Ion positif juga ada pada makanan yang halal. Jika ion positif yang ada pada makanan halal bertemu dengan ion positif yang ada dalam tubuh kita, artinya kita mengkonsumsi makanan yang halal, maka munculnya satu kekuatan yang membuat tubuh, jiwa dan hati kita dipenuhi semangat untuk berkarya dan beribadah. Sebaliknya, makanan yang haram mengandung ion negatif, jika ion negatif yang ada pada makanan haram dipaksakan bertemu dengan ion positif dalam tubuh kita, maka ion positif yang ada pada tubuh kita akan teracuni yang lama kelamaan ion negatif tadi menjalar ke seluruh tubuh dn menguasai semua bagian dari tubuh kita. Tubuh kitapun kini, telah dipenuhi oleh ion negatif. Akibatnya tubuh dan jiwa kita tak lagi bersemangat dalam berbuat kebaikan. Malas beribadah, enggan berkarya dalam kebaikan.

Secara pribadi, saya merasa sangat ngeri dengan nasib saya di hadapan Allah kelak. Diri ini rasanya sangat berat mengunjungi masjid untuk sholat jamaah, Diri ini rasanya enggan sekali membaca Al Quran, rasanya malas sekali mendirikan sholat, rasanya malas sekali berbuat kebaikan, apakah ini pertanda bahwa makanan yang saya konsumsi tiap hari bercampur dengan makanan yang haram sehingga saya menjadi malas beribadah. Aduh ya Robb...irhamni ya Robb...irhamni..

Akankah ini juga di alami oleh isteri, anak-anak dan anggota keluarga kita ?Akankah kita meracuni kehidupan keluarga kita dengan menafkahi mereka dengan rizeki dari sumber yang haram? Menafkahi keluarga dengan makanan yang haram, berarti kita yang menyeret anggota keluarga kita tak diterima amalnya, tak di ijabah doanya, akan mengantarkan anak-anak menjadi generasi yang pemalas, generasi yang ahli meninggalkan sholat dan kewajiban agama lainnya, generasi yang jauh dari agama, dan yang paling ngeri, setiap daging yang tumbuh dari diri mereka sudah dipersiapkan tempatnya di dalam neraka. Masya Allah, haruskah seorang anak yang masih usia balita, sudah pesankan tiket masuk neraka karena orang tuanya memberikan makanan yang haram...Ya Allah ya Robb...

Marilah kita mengadakan instrospeksi diri tanpa berprasangka buruk siapa diantara kita yang telah mengkonsumsi makanan yang haram, sebab masing-masing tetap berkeyakinan apa yang kita konsumsi adalah jelas halalnya. Marilah kita pikirkan nasib kita di masa depan. Zaman kini benar-benar telah menjadi gila. Manusia yang memikirkan cara mereka mendapatkan harta dengan cara yang benar, bersih dan halal, sudah semakin sedikit. Asal harta bisa di raih, cara apapun di halalkan. Praktek-praktek mendapatkan harta dengan cara yang haram dapat dengan mudah kita saksikan di zaman ini. Perampokan, penipuan, riba, korupsi, kolusi dan yang lainnya hampir-hampir selalu diekspos tiap hari oleh koran-koran dan televisi atau media lainnya. Seolah-olah hal ini sudah merupakan masalah yang biasa. Orang zaman sekarang seperti tak bisa hidup tanpa judi dan riba. Yang sangat menyedihkan mereka mengatakan bahwa mereka tak bisa membuka usaha jika tidak melakukan riba. Manusia benar-benar menggunakan segala macam cara dalam rangka untuk mendapatkan harta yang sebanyak-banyaknya. Benarlah prediksi Rasulullah SAW 15 abad yang lalu, saat itu beliau bersabda: "Akan datang suatu zaman, dimana seseorang tidak lagi peduli terhadap apa yang ia ambil, apakah itu halal atau haram.". dan zaman yang diprediksi Rasulullah tersebut kini telah tiba di tengah-tengah kehidupan kita.

Hendaknya kita bermuhasabah, banyak-banyak introspeksi diri. Berapa banyak do'a yang telah kita panjatkan kepada Allah, berapa banyak istighotsah digelar dalam rangka mengatasi berbagai krisis yang mendera bangsa kita, dan berbagai bencana yang menimpa negeri kita. Namun pada kenyataannya bencana demi bencana tetap melanda, berbagai krisis tidak teratasi dan berbagai kesulitan tak kunjung usai. Mungkinkah ini karena bangsa Indonesia sudah terbiasa dengan praktik-praktik mendapatkan harta dengan cara yang haram? Sudah terbiasa mengkonsumsi barang-barang haram, sehingga Allah tidak mengabulkan do'a-do'a kita?

Sekali lagi mari berinstropeksi diri dan berbenah. Mari memperbaiki diri.

Kita yang ikhtiarnya mencari rizeki sebagai guru, mari menjadi guru yang baik. Guru yang tidak korupsi waktu. Agar penghasilan yang diterima menjadi benar-benar halal dan layak di makan.

Kita yang ikhtiarnya mencari rizeki sebagai petani, mari menjadi petani yang baik. Petani yang beriman dan takut jika hasil cocok tanamnya bercampur dengan yang haram.

Kita yang ikhtiarnya mencari rizeki sebagai pengusaha dengan mengelola toko, mari menjadi pebisnis yang jujur, agar hasilnya manis dan jelas halalnya. Hindari praktik riba agar hasilnya berkah.

Kita yang ikhtiarnya mencari rizeki menjadi seorang Internet Marketer, hendaknya sangat ekstra hati-hati. Jangan sampai bisnis kita justeru merugikan orang lain, mencuri hak ciptanya, menghack situsnya. Jangan sampai bisnis online yang kita tekuni kita campuri dengan perbuatan-perbuatan haram, tindakan yang merugikan orang lain meskipun orang kafir, agar hasilnya bersih, berkah dan membuat hidup menjadi lebih bersemangat sebab darah kita, daging kita, tumbuh dari sumber yang halal dan jelas bersihnya.

Demikian juga dengan ikhtiar lainnya, senantiasa berhati-hati agar apa yang kita usahakan hasilnya tidak terkontaminasi dengan hal-hal yang haram.

Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan lahir bathin kepada kita untuk mampu dan mau berikhtiar dengan cara yang bersih dan halal. Semoga Allah menjaga kita semua dari praktek-praktek haram yang menghasilkan rizeki yang haram, yang sesungguhnya tak layak untuk di konsumsi oleh kita sebagai muslim yang beriman kepada Allah SWT. Amin ya Robbal alamin.