Selasa, 05 Juli 2016

Kilas Balik Amaliyah Romadhon


Dengan menyebut nama Allah, marilah kita membuka hati untuk merenungkan kehidupan kita. Disela kesibukan duniawi yang tiada habisnya, yang hampir seluruh waktu dan tenaga kita habiskan untuk memikirkan kebahagiaan dunia, mari sejenak untuk memperhatikan lebih dalam kehidupan kita. Mari sejenak kita memikirkan kebahagiaan akhirat dan persiapan yang dibutuhkan untuk mendapatkannya. Kita tentu saja mendambakan kebahagiaan dunia, namun kita lebih mendambakan kebahagiaan akhirat. 

Jika kebahagiaan dunia kita perjuangkan dengan bekerja keras, guna meraih kecukupan harta sebagai salah satu syarat tercapainya kebagiaan dunia, maka untuk meraih kebahagiaan akhirat, perjuangan meraihnya membutuhkan kesungguhan hati. Perjuangan meraih kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat, tentunya harus berjalan seimbang. Jangan pula pincang sebelah, terseok seok sempoyongan, agar orang di sekeliling kita tidak memandang sebelah mata atau bahkan meremehkan kita. Dan tentu saja sangat aneh, jika ada diantara kaum muslimin, mendambakan kebahagiaan akhirat, namun sampai saat ini masih enggan pula melaksanakan perintah sholat, jika bulan Romadhon juga tak puasa, Zakat pun tak terbayar pula.

Bulan Romadhon sungguh telah berlalu, semoga semua ibadah kita di sepanjang Romadhon, di terima Allah sebagai bentuk ketaatan dan kelak mengantarkan kebahagiaan akhirat. Tak hanya ibadah puasa, ibadah lainnya pun semoga mendapatkan penilaian pengabdian kita kepada Allah. Romadhon, memang bulan ibadah. Jika kita tak mampu memaksimalkan ibadah di bulan-bulan lain, maka sepantasnyalah di bulan Romadhon kita puas-puaskan beribadah. Siangnya berpuasa, malamnya Sholat Teraweh dan Witir, ditambah sholat sunnah lainnya. Sholat 5 waktu rutin berjamaah, rajin pula bersedekah, sedang Al Quran menjadi teman dan sahabat di saat gundah, pelipur lara penenang hati, selama Romadhon mampu khatam berkali-kali. 

Pertanyaannya, hari ini kita berpisah dengan bulan Romadhon, sudah semaksimal apa ibadah kita selama Romadhon kemaren? Sholat jamaah apakah rutin? Baca Quran, sampai Romadhon berakhir, sampai khatamkah? Dzikir, ingat kepada Allah, baca istighfar, hamdalah, tasbih, takbir, apakah bibir kita masih tetap basah karena sibuk melazimkannya? Sedekah, apakah semangat untuk terus berbagi masih bergelora? Sholat traweh, hingga akhir Romadhon, sabarkah mengikutinya dengan jumlah 11 atau 23 rekaat, yang hari-hari biasa kita tak biasa melakukan sholat sunnah sebanyak itu. 

Berbagai pertanyaan ini, harus kita hunjamkan kedalam jiwa kita, tonjokkan ke relung hati kita, agar jika belum maksimal, hati dan jiwa bisa kembali bersemangat untuk meningkatkannya di lain waktu. Tentunya, tidak harus menunggu Romadhon tahun depan, saat ini kita bertekad untuk memperbaiki apa yang kurang dan mempertahankan apa sudah kita rutinkan selama Romadhon yang telah berlalu.

Beribadah di bulan Romadhon, memang persis seperti di medan perang, yang tidak hanya butuh kekuatan badan, tetapi juga butuh kekuatan jiwa keteguhan hati. Sungguh telah sering terjadi, di saat perang masih terus berkecamuk, sebagian kita masih terus berjuang, sebagian kita pula sudah mulai loyo dan kehabisan tenaga. Di awal Romadhon masih bersemangat, maka semakin jauh berjalan menghitung hari dari bulan Romadhon, hendaknya tetap bersemangat. Jika Awal Romadhon, Masjid penuh dengan jamaah, shof barisan sholat memanjang beberapa barisan, semakin dekat dengan lebaran, hanya tinggal sajadah yang berbaris rapi sementara kita sudah lemah dan kehilangan energi. Masjid mulai sepi, pasar semakin ramai, semua sibuk persiapan lebaran. 

Ah...Apakah ini yang telah terjadi? haruskah demikian tiap tahun?  Jika iya, pantaslah setelah Romadhon berlalu, kesungguhan kita ibadah tak memberi bekas yang dalam ke relung hati kita. Naudzubillah. 

Romadhon sesungguhnya bulan berlatih, berlatih sungguh-sungguh dalam ibadah, yang dengan latihan yang sungguh-sungguh itu kelak setelah selesai latihan selama Romadhon, ada banyak oleh-oleh yang selalu kita abadikan untuk kita amalkan sepanjang masa dari seluruh bagian dari hidup kita. Selama Romadhon latihan berpuasa yang intinya mendidik jiwa agar memiliki simpati dan peduli pada kesulitan saudara kita, setelah romadhon berlalu, tetap dan makin bersinar jiwa kepeduliaannya pada sesama. Selama Romadhon, rutin sholat jamaah, setelah romadhon, jangan sampai pula kembali lengah. Baca Quran khatam berkali-kali, hendaknya tetap menjadi rutinitas harian sampai ajal menghampiri diri. Demikian pula ibadah lainnya, hendaknya tidak hanya menjadi ibadah musiman, yang hanya kita lakukan selama Romadhon, namun kembali lenyap setelah lebaran tiba. Jika demikian, kembali bertanya pada diri : Akan beginikah tiap tahun diri ini setelah Romadhon berlalu? Tiap tahun bertambah usia, bertambah pengalaman jiwa, hendaknya bertambah pula ketaatan kepada Sang Maha Pencipta. 

Akhirnya, semoga hati yang bening dan jernih mampu memahami dan meresapi, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan. Semoga kita telah sukses menjadikan Romadhon tahun ini sebagai bulan latihan ibadah sehingga setelah Romadhon berlalu, ibadah yang kita lakukan, kita mampu mengabadikannya di sepanjang hidup kita. Semoga kita semua di beri kekuatan lahir bathin untuk menjadi hambanya yang pandai berbakti. Amin ya Robbal alamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar