Kamis, 11 Februari 2010

THOHAROH ( CARA BERSUCI )

A. Pengertian

Secara bahasa, thoharoh memiliki pengertian An Nazhofah, yaitu suci bersih. Sedangkan secara istilah ilmu fiqih, para ulama memberikan beberapa pengertian sebagai berikut :
1. Syaikh Ibnu Qosim Al Ghoozy memberikan pengertian Thoharoh sebagai berikut : “ Thoharoh adalah suatu perbuatan yang menyebabkan sahnya sholat dan ibadah-ibadah lainnya yang membutuhkan kesucian dari najis dan hadats, seperti wudhu’, mandi, tayammum dan mensucikan dari najis “.

2. Syaikh Al Qodhi Husain, memberikan pengertian Thoharoh sebagai berikut : “ Thoharoh adalah usaha menghilangkan penghalang sahnya ibadah seperti hadats dan najis “.
3. Imam Nawawi memberikan pengertian Thoharoh sebagai berikut : “ Thoharoh adalah mengangkat hadats dan mensucikan najis.

B. Hukum bersuci
Karena bersuci menjadi kunci sahnya ibadah, maka hukum bersuci adalah wajib. Artinya di setiap kita akan melakukan ibadah, jika pada badan kita ada najis atau hadats, maka kita wajib mensucikannya terlebih dahulu agar ibadah yang akan kita lakukan menjadi sah karenanya.

C. Pembagian Thoharoh
Thoharoh terbagi dua :
1. Thoharoh ( bersuci ) dari Najis. Jika pada badan, tempat dan pakaian terdapat najis, maka wajib di sucikan terlebih dahulu sebelum di gunakan untuk beribadah.
2. Thoharoh ( bersuci ) dari hadats. Seseorang di anggap menanggung hadats jika melakukan beberapa hal, seperti kentut, buang air, BAB, bersetubuh dan lain-lain. Jika akan melakukan ibadah maka wajib bersuci terlebih dahulu. Jika hanya hadats kecil misalnya baru saja BAB, maka bisa di sucikan dengan berwudhu’ atau tayammum jika berwudhu’ tidak memungkinkan dilakukan karena beberapa sebab, sedangkan untuk menghilangkan hadats besar karena hubungan intim misalnya, maka bisa di sucikan dengan cara mandi, atau tayammum jika memang ada penghalang untuk melakukan mandi.

D. Alat-alat bersuci
Untuk melakukan bersuci, diperlukan alat atau sarana yang telah di atur dan ditetapkan oleh syariat, sehingga tidak semua benda atau alat bisa di gunakan untuk bersuci.
Menurut Madzhab Syafii, alat-alat bersuci ada tiga :
1. Air, digunakan sebagai alat bersuci dari hadats dan najis, seperti mensucikan najis, berwudhu’ dan mandi.
2. Debu, digunakan untuk bertayammum di saat tidak memungkinkan melakukan berwudhu’.
3. Batu dan benda-benda keras dan kesat. Di gunakan untuk beristinja’, yaitu bersuci setelah buang air.
Dalam madzhab lain, ada yang menambahkan tanah dan api sebagai alat bersuci.

E. Macam-macam air
Ada beberapa macam air yang bisa digunakan untuk bersuci, mayoritas ulama menyebutkan ada 7 macam air yang boleh dan sah di gunakan untuk bersuci , yaitu :
1. Air hujan 4. Air Laut
2. Air Sungai 5. Air Sumur
3. Air Mata Air 6. Air Salju
7. Air embun
Catatan :
Syaikh Ibrohim Al Bajuri dalam kitabnya Hasiyah Al Bajuri menuturkan urutan beberapa air yang memiliki nilai lebih di bandingkan dengan air-air lain karena memiliki nilai histories :
1. Air terbaik adalah air yang pernah keluar dari sela-sela jari Rasulullah di saat para sahabat kehausan.
2. Air zam zam 4. Air Sungai Nil
3. Air Telaga Al Kautsar 5. Air sungai Furat, Dajlah dan seluruh air sungai yang ada di dunia.
F. Pembagian Air
Dalam hubungannya dengan bersuci, air di bagi menjadi empat macam :
1. Air suci yang mensucikan dan boleh di gunakan.
Air ini di sebut air mutlaq, yaitu air yang tidak bercampur apapun, masih murni dan tidak ada benda atau zat lain yang merusak kemutlakannya.
2. Air suci yang mensucikan dan makruh di gunakan.
Yaitu air yang sebenarnya suci secara zatnya, juga mensucikan dan sah jika di gunakan untuk bersuci, tetapi makruh di gunakan untuk bersuci. Air jenis ini di sebut dengan Air Musyammas, yaitu air yang di panaskan pada sinar matahari. Air ini makruh di gunakan karena berdasarkan ilmu kedokteran, air yang telah di panaskan dengan sinar matahari bisa menyebabkan penyakit sopak. Akan tetapi, tidak semua air yang dipanaskan dengan sinar matahari makruh di gunakan, sebab ada syarat-syarat tertentu yang menyebabkannya makruh di gunakan, yaitu :
• Air tersebut ketika dipanaskan berada pada tempat yang terbuat dari besi, tembaga, timah dan sejenisnya. Jika terbuat dari kayu, plastic, tanah, kulit, emas dan perak, air tersebut tidak makruh digunakan.
• Dipanaskan pada kondisi panas yang luar biasa
• Tidak mudah mendingin kembali
• Masih tersedia air yang lain selain air musyammas. Jika sama sekali tidak ada air lain selain air musyammas, maka boleh bahkan wajib menggunakan air musyammas untuk bersuci.
• Di gunakan pada badan. Jika digunakan untuk mensucikan pakaian atau tempat, maka hukumnya boleh.
Imam Nawawi berpendapat bahwa air musyammas tidak makruh digunakan, sebab menurut beliau, hadits yang menerangkan makruhnya air musyammas hukumnya lemah. Akan tetapi mayoritas mengatakan kemakruhannya.
Selain air musyammas, ada lagi air yang makruh di gunakan, yaitu :
1. Air yang sangat panas, misalnya air yang baru saja di rebus. Air ini bisa dan boleh digunakan lagi serta tidak makruh lagi jika telah mendingin.
2. Air yang sangat dingin, misalnya air yang tersimpan dalam kulkas dalam waktu lama. Air ini juga boleh di gunakan kembali dan tidak makruh setelah derajat kedinginannya kembali ke derajat normal.
3. Air suci tetapi tidak mensucikan.
Air ini terbagi menjadi dua :
• Air musta’mal, yaitu air yang telah digunakan untuk mensucikan najis atau hadats. Hukumnya suci, tetapi tidak sah digunakan untuk bersuci lagi.
• Air yang berubah dari wujud aslinya, yaitu air yang berubah karena bercampur dengan benda suci lainnya. Contoh mudah untuk air jenis ini adalah air kopi, air teh, air susu dan lain-lain. Air ini sesungguhnya suci, buktinya tidak ada yang tidak mau jika di suguhi kopi, pasti mau meminumnya. Artinya air ini sebenarnya suci, tetapi tidak bisa mensucikan benda lain.
4. Air Najis, yaitu air yang bernajis meskipun sedikit. Bagian ini di bagi dua :
a) Air yang sedikit. Air dikatakan sedikit jika ukurannya kurang dari dua kullah, jika air kurang dari dua kullah kemasukan najis, maka hukumnya menjadi najis walaupun tidak ada perubahan apapun karena kemasukan najis itu tadi. Air ini mutlak tidak boleh digunakan untuk bersuci.
b) Air yang banyak. Air yang banyak adalah air yang mencukupi bahkan lebih dari dua kullah. Jika air ini kemasukan najis, maka hukumnya suci jika tidak terjadi perubahan pada warna, rasanya dan baunya. Tetapi jika ada perubahan walaupun sedikit pada salah satu sifatnya, maka hukumnya menjadi najis. Air ini tetap boleh digunakan bersuci dengan catatan tidak ada perubahan apapun jika kemasukan najis. Misalnya si A mengencingi air sungai, jika air kencing tersebut tidak menyebabkan bau, rasa dan baunya air sungai berubah, maka hukumnya tetap suci.
Catatan :
1. Ukuran air dua kullah adalah :
• 174,580 liter atau berada pada tempat yang ukuran panjang, lebar dan dalamnya adalah 55,9 cm ( Menurut Imam Nawawi ).
• 176,245 liter atau berada pada tempat yang ukuran panjang, lebar dan dalamnya adalah 56,19 cm ( Menurut Imam Rofii i ).
• 270 liter menurut kitab Fiqh Islamiyah.
2. Air yang sedikit tidak menjadi najis jika kemasukan bangkai hewan yang tidak memiliki darah, seperti lalat, semut, lebah dan lain-lain.


Senin, 08 Februari 2010

KAJIAN ILMU FIQIH

PENGANTAR

A. Pengertian Fiqih
• Secara bahasa : Al Fahmu ( Pemahaman )
• Secara Istilah : hukum-hukum syar’i yang berkenaan dengan amal yang diambil dari dalil-dalil yang rinci.
B. Pengertian Ilmu Fiqih
• Secara bahasa : Al Ilmu : Mengetahui, Al Fiqhu : Al Fahmu ( Pemahaman )
• Secara Istilah : Ilmu yang mempelajari hukum-hukum syar’i yang berkenaan dengan amal yang diambil dari dalil-dalil yang rinci.
C. Pembahasan ILMU FIQIH :


C. Pembahasan ILMU FIQIH :
Meliputi :
1. IBADAH : meliputi thoharoh ( wudlu’, mandi, mensucikan najis, istinja’ dll ), Sholat, Zakat, Puasa dan Haji.
2. Muammalah, meliputi hukum jual beli, menyewa, meminjam dan lain-lain.
3. Munakahat meliputi : pernikahan dan perceraian.
4. Jinayat : tentang hukum2 kriminalitas, seperti hokum mencuri, berzina dan lain-lain.
Secara lebih luas, berikut pembahasan ilmu fiqih meliputi hukum - hukum syar’i yang berkaitan dengan amalan perbuatan lahiriyah manusia yang di dalam ilmu fiqh dikelompokkan dalam tujuh kelompok besar, yaitu:
1. Hukum yang berkaitan dengan penyembahan secara khusus kepada Allah, mis: shalat, puasa,dll. Ini disebut dengan ibadah.
2. Hukum yang berkaitan dengan kehidupan keluarga seperti : pernikahan, perceraian, warisan. Ini disebut dengan Al Ahwal Asy Syakshiyah.
3. Hukum yang berkaitan dengan mata pencaharian seorang manusia, interaksi ekonomi sesama mereka, qadha dalam perselisihan di antara mereka. Ini disebut dengan muamalat. Dari poin 2 dan 3 tersusun hukum yang dikenal dalam istilah perundang _ undangan saat ini sebagai hukum perdata.
4. Hukum yang mengatur hubungan antara seorang pemimpin dan rakyatnya, hak dan kewajiban seorang pemimpin atau seorang rakyat, penataan negara Islam. Ini disebut dengan Al Ahkam As Sultaniyah atau As Siyasah Asy Syar’yah.
5. Hukum yang mengatur hukuman atas seorang yang bersalah, penjagaan stabilitas internal dalam masyarakat. Ini disebut dengan Al Uqubat atau hukum pidana.


6. Hukum yang mengatur hubungan antar negara, negara Islam dan bukan Islam, hukum perang dan damai. Dalam istilah saat ini disebut dengan Hubungan Internasional.
7. Hukum yang berkaitan dengan moral, akhlaq pergaulan yang baik dan yang buruk. Ini disebut dengan Adab.

D. Hukum Mempelajari Hukum Fiqih
Ada dua:
1. Fardlu Ain : Setiap muslim wajib mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan ibadah seperti hukum-hukum berwudlu, sholat dan lain-lain.
2. Fardlu Kifayah. Jika dalam sebuah komunitas muslim sudah ada yang mempelajari selain masalah ibadah, misalnya masalah jinayat, tata Negara dan lain-lain, maka kewajiban menjadi gugur. Jelasnya, selain masalah ibadah, mempelajarinya hukumnya fardlu kifayah.

E. Keutamaan memiliki pengetahuan ilmu fiqih
Secara umum keutamaan memiliki pengetahuan ilmu fiqih adalah mempermudah kehidupan beragama setiap muslim. Kehidupan setiap muslim tidak pernah lepas dari masalah hokum agama. Jika dia mengetahui dengan masalah hokum, dia tidak akan mudah terjatuh dalam pelanggaran hokum. Jika menemukan kesulitan dalam beribadah, dia pasti menemukan solusinya.
Contoh kasus :
1. Si A sedang menanggung hadats kecil / besar, tetapi tidak ada air sama sekali, padahal dia harus berwudlu’ atau mandi karena menanggung hadats, bagaimana solusinya ? jika dia mengetahui ilmu fiqih, dia dengan mudah menggunakan solusinya yaitu tayammum.

2. Tersedia air hanya sedikit, sekitar satu botol aqua besar, dia harus berwudlu’ karena akan sholat, bagaimana solusinya ? jika dia mengetahui ilmu fiqih, dengan mudah melakukan wudlu’ dengan air yang hanya tersedia satu botol aqua tadi.

3. Dalam perjalanan sebuah kapal, ketika jam 12.30 kapal belum mendarat padahal dia wajib sholat dzuhur. Bagaimana solusinya ? jika tau ilmu fiqih dengan mudah dia menemukan solusinya yaitu dengan menjamak sholat dzuhurnya dengan sholat ashar ketika kapal sudah mendarat.
Pendek Kata, Mengetahui Hukum Fiqih Hidup Menjadi Senang, Mudah Dan Tenang / tidak bingung.